Waktu penutupan itu dilakukan tinggal 46 pasien baru Covid-19 di Wuhan. Itu cukup ditangani rumah sakit reguler. Seminggu setelah penutupan itu hanya ada 1 pasien baru Covid-19 di Wuhan.
Kegembiraan hari itu bukan hanya misi militer sudah berhasil, tapi juga ini: tidak satu pun dokter dan perawatnya yang tertular Covid-19.
Nama pemimpin mereka pun melambung tinggi. Seorang mayor jendral. Wanita. Dokter. Ilmuwan. Ahli virus. Umur 54 tahun. Namanya: Mayjen Chen Wei. Ahli epidemiologist dan virologist.
Apakah nonmiliter sudah akan boleh menggunakan obat yang disuntikkan itu tergantung evaluasi atas efek samping obat tersebut. Termasuk bagaimana bila yang disuntik tidak sesehat para tentara itu.
Lock down di Tiongkok sangat berhasil. Tanpa lock down di Korsel juga berhasil --meski masih ada saja penderita baru.
Bagi Korsel, sebenarnya, melakukan lock down sekali pun tidak sesulit Tiongkok. Wilayahnya kecil. Dikelilingi laut --kecuali di perbatasan Utara. Penduduknya disiplin. Tabungan uangnya banyak. Di-lock down tiga bulan pun masih ada uang untuk belanja.
Meski begitu Korsel masih juga kecolongan. Tiba-tiba muncul penderita baru dalam jumlah besar. Sekaligus 46 orang. Hanya dalam satu hari.
Setelah ditelusuri penyebabnya satu: di sebuah gereja. Nama gereja itu: River of Grace Community Church.
Hari itu, tanggal 1 dan 8 Maret, gereja melaksanakan tindakan pencegahan Covid-19 kepada jemaatnya.
Caranya: tenggorokan jemaat itu disemprot dengan air garam. Ada sekitar 100 jemaat yang hadir di kebaktian hari itu.
Entah dari mana resep air garam seperti itu. Mungkin karena di sana tidak ada empon-empon. Tidak ada cairan jahe yang bisa disemprotkan.
Ternyata ujung semprotan itu masuk ke tenggorokan terlalu dalam. Sampai menyentuh liur yang disemprot.
Alat semprot yang sama dimasukkan ke tenggorokan jemaat berikutnya. Yang duduk berjejer di dalam gereja itu.
Terjadilah penularan itu.
Kalau di majalah bahasa Jawa 'Panyebar Semangat' kegiatan di gereja itu akan masuk rubrik Opo Tumon.
KOMENTAR ANDA