"40 hari," jawabnyi.
Ups... Makanya lama tidak terlihat.
Ups... Makanya kurus sekali.
Berarti selama 40 hari Aminarto dan suami tidak makan apa pun kecuali nasi putih atau ketela pohon. Tanpa lauk. Tanpa rasa. Tanpa apa pun.
"Kami pilih yang hanya makan singkong," ujar Aminarto. Itu pun tidak boleh digoreng atau dibakar. Hanya boleh dikukus.
Seberapa banyak singkong yang mereka makan setiap hari?
“Sehari dua potong," katanya.
Mula-mula bisa empat potong. Tapi setelah beberapa hari tidak bisa lagi sebanyak itu. Tenggorokannya tidak bisa lagi dilalui banyak singkong. Dua minggu terakhir hanya bisa makan dua potong itu.
Tapi boleh banyak minum. Hanya saja hanya boleh minum air putih. Tidak ada batas. "Awalnya saya bisa minum hampir dua liter," ujar Aminarto. Lama-lama kemampuan itu berkurang sendiri. "Akhirnya tidak kuat lagi banyak minum," tambahnya.
Dua minggu terakhir ia hanya bisa minum sedikit-sedikit. Total sehari sekitar setengah liter. "Lebih dari itu seperti ada penolakan dari dalam," katanya.
Sepuluh hari pertama Aminarto dan istri masih bisa ikut senam. Masih bisa satu jam penuh nonstop. Mereka tidak pernah bercerita kalau lagi nglakoni mutih.
Lalu menghilang itu. "Saya tidak kuat lagi. Saya ganti jalan pelan. Tiap pagi. Di sekitar rumah saja," katanya.
Sampai hari ke-40 ia masih tetap bisa mengerjakan pekerjaan rutin di rumah. Juga masih bisa membantu istrinya di bisnis spa.
Selama nglakoni itu tiap malam Aminarto juga harus menjalani ritual khusus: mandi tengah malam. Dimulai dengan mandi seperti biasa. Pakai sabun. Setelah itu diteruskan dengan cara mengucurkan air tepat di atas ubun-ubun. Sebanyak 100 gayung. Mengucurkannya juga harus pelan-pelan. Sambil terus menenangkan jiwa.
Kadang ia lupa hitungan: sudah berapa gayung. Untuk itu ia harus memulai lagi dari hitungan pertama.
Aminarto lahir di Blitar, Jatim. Demikian juga istrinya. Ia punya kerabat yang sering menjalani tirakat secara Jawa seperti itu. Termasuk dikubur di kuburan selama tiga hari --puasa pendem.
Kerabat itu juga tidak memikirkan duniawi. Ia lebih suka berkelana. Sampai Aminarto tidak pernah lagi bertemu dengannya.
Suatu saat ada rombongan kecil dari Sumatera. Mereka disuruh guru spiritual untuk mencari seorang mursyid di Jatim. Tanda-tandanya: mursyid itu pernah merelakan apa pun hilang darinya. Termasuk istrinya.
Semua tanda itu mengarah ke kerabat Aminarto tersebut. Termasuk saat si kerabat punya istri dan anak kecil. Teman SMA si kerabat pernah jatuh cinta ke istri kerabat itu. Lalu sang istri diminta. Diberikan.
Sejak itu si kerabat tidak kawin lagi. Anak kecil itu pun dirawat familinya. Ia sendiri lebih banyak berkelana.
"Akhirnya kami tahu kerabat kami itu punya banyak pengikut. Kami pun akhirnya ikut nglakoni seperti yang dianjurkannya," ujar Aminarto. Termasuk puasa mutih tadi.
Saya pun baru tahu sekarang ini: mengapa ia dulu menjadi tenaga cleaning service di kantor kami.
Saat melamar menjadi cleaning service dulu ternyata sebenarnya ia sudah di semester akhir. Di IKIP Negeri Surabaya. Jurusan pendidikan elektro.
Tidak ada di antara kami yang tahu itu. Ia juga tidak pernah bercerita. Ia hanya mencantumkan lulusan STM di Blitar.
KOMENTAR ANDA