Ia bilang: kalau saja saya mau menulis itu sudah lebih dari dibayar.
Lahirlah DI's Way. Setahun lebih ia mengelola DI's Way --gratisan. Memanfaatkan server temannya --yang juga teman saya.
Saya pernah kirim uang padanya. Menjelang Lebaran. Saya pikir ia perlu membelikan istrinya baju baru.
Setelah Lebaran ia lapor: uang itu 95 persen habis dibagikan ke anak buahnya. Ia sendiri tidak mengambil sedikit pun. Sisa yang 5 persen akan dikembalikan ke saya.
Itulah cerita awal mula DI's Way. JTO-lah yang melahirkannya. Saya hanya jadi pekerjanya.
Dua minggu lalu saya menerima WA dari JTO. Bunyinya --bacalah sendiri.
Tahun lalu saya memang mengalihkan pengelolaan disway.id. Dari JTO ke DBL Indonesia. Saya lihat Jagaters sudah mulai mendapat bisnis. Belum seberapa tapi saya tidak mau membuatnya musyrik. Biarlah ia fokus, bertauhid, di Jagaters.
Sejak ada Covid-19 Jagater laris sekali. Rapat-rapat perusahaan banyak pindah ke Jagaters. Seminar-seminar di Jagaters.
"Sekarang paling tidak 2 kali sehari menyelenggarakan webinar atau webmeeting," ujar JTO.
Sejak ada Covid-19 ia memiliki 15 tim. Satu tim 3 orang. Kapasitas server-nya pun dinaikkan berlipat-lipat.
Memang ia tidak mendapat proyek triliunan seperti Ruang Guru. Itu pun sudah membuat JTO tidak berhenti berhentinya bersyukur.
Dari JTO saya tahu: menyelenggarakan webinar tidak boleh seperti menyelenggarakan webmeeting. Webinar tidak boleh mau cari mudahnya --membagi password kepada publik.
Seperti di seminar Wantiknas yang kecolongan itu, password peserta diumumkan di brosurnya. Itu bahaya. Bisa mengacaukan.
Bacalah sendiri tulisan JTO soal itu. Inilah link-nya.
Di mata ibu-ibu pun Jagaters kini populer: ada seminar masak-masak di situ. Pengajarnya Ibu Fatmah Bahalwan.
Muridnya sampai 700 orang. Banyak juga yang di negara manca. Mereka adalah orang Indonesia di sana --atau wanita Indonesia yang kawin dengan orang sana.
Bu Fatmah tidak punya restoran. Dia anggota Natural Cooking Club --terbesar di Indonesia. Sudah 17 tahun Bu Fatmah mengajar masak.
Lewat Jagaters-nya JTO acara itu tidak one-Way. Topik, menu dan bahan masaknya sudah di-share dua hari sebelumnya. Jagaters lantas mengecek: siapa yang akan mempraktikannya di depan kelas nanti. Agar bisa dilihat langsung oleh Bu Fatmah.
"90 persen peserta ingin cara mereka masak bisa dilihat Bu Fatmah," ujar JTO. Maka harus diadakan seleksi. Sekitar 50 peserta yang bisa dilihat langsung oleh Bu Fatmah --yang berarti juga bisa dilihat peserta yang lain.
Bu Fatmah terus mengamati mereka dan memberikan komentar.
Tentu ada kekurangannya: Bu Fatmah tidak bisa mencicipi masakan mereka.
Mungkin kelak --kalau Huawei sudah meluncurkan 10G.
Tentu tidak pernah ada adegan porno yang tiba-tiba nongol di wajan penggorengan acara ini. Atau gambar porno di tengah pizza atau rendang yang mereka demonstrasikan.
Adegan selonong itu pun sudah mulai dilupakan. Sudah tidak ada lagi yang membicarakan webinar dengan bonus adegan porno itu. Peserta seminarnya sudah dewasa semua --termasuk dewasa teknologi. Dan lagi hari itu masih belum bulan puasa pula.
Kalau toh ada yang disesalkan dari penyelonongan video porno itu adalah adegannya. Laki-laki dengan laki-laki. Ada unsur menjijikkannya.
KOMENTAR ANDA