Tiba-tiba ia batuk-batuk. Badan panas. Nafas sesak. Positif Covid-19.
Jadilah ia Pasien No 91.
Sementara ia menjalani isolasi di rumah sakit pemerintah melakukan pelacakan: siapa saja yang kira-kira tertular pilot itu.
Ditemukanlah 4.000 nama yang harus dihubungi. Yakni para penumpang pesawat, para pengunjung bar dan teman-teman kerjanya. Tidak mudah. Banyak sekali bar yang ia kunjungi di malam-malam membujangnya di Vietnam.
Dari pelacakan terhadap 4.000 orang itu ditemukan penderita baru. Sampai akhirnya di Vietnam terdapat 288 penderita Covid-19. Angka itu terus bertahan. Sampai sekarang tidak pernah bertambah.
Dari 288 orang itu tidak satu pun yang meninggal.
Kecuali, ada satu yang lagi gawat itu. Pilot itu.
Umurnya 43 tahun.
Kini yang serba terbaik sudah diberikan ke pilot itu. Asal bisa sembuh. Tapi kondisinya terus memburuk.
Sulit diselamatkan.
Minggu lalu disimpulkan: satu-satunya pertolongan tinggal-lah transplantasi paru.
Maka muncullah banyak calon donor. Vietnam memang negara komunis. Tapi kulturnya tetap Budha. Di negara Budha soal donor organ dianggap sangat mulia. Media di sana menyebut ada 10 orang yang mengajukan diri bersedia menjadi pendonor paru. Salah satunya seorang veteran tentara berumur 70 tahun.
Berbeda dengan donor ginjal, donor paru tidak mudah. Orang bisa mendonorkan salah satu ginjalnya. Masih bisa hidup normal dengan satu ginjal.
Atau orang bisa mendonorkan separo hatinya. Hati yang tinggal separo bisa utuh lagi dalam tiga bulan.
Orang juga bisa mendonorkan sebagian parunya. Ia sendiri tetap bisa hidup. Tapi paru yang sudah dipotong tidak bisa utuh lagi.
Paru pilot itu sendiri sudah sangat parah. Fungsinya tinggal 10 persen. Tapi UU yang berlaku di sana masih belum membolehkan pendonor hidup.
Berarti sang pilot masih harus menunggu ada orang yang meninggal dunia di rumah sakit itu.
Doa saya untuk pilot itu. Juga untuk Vietnam.
Memang sudah tidak ada Covid-19 di Vietnam. Tapi nyawa pilot itu harus selamat.
KOMENTAR ANDA