Dengan gagal bayar bank-bank pun memasuki jantung perusahaan itu. Bahkan juga otoritas keuangan dan aparat penegak hukum.
OK Lim akhirnya angkat tangan. Ia menjatuhkan pedangnya: menyerah. Ia mengajukan permintaan ke pengadilan untuk dibangkrutkan.
Terhitung sejak hari Jumat seminggu yang lalu: 17 April 2020.
Dengan mengirim surat ke pengadilan itu OK Lim tidak perlu lagi tertekan menghadapi pihak-pihak yang berebut menjarah asetnya.
Semua bank sudah ingin lebih dulu menyelamatkan kreditnya. Dengan menekan sang pemilik.
Kini pengadilan-lah yang menjadi 'pemilik' perusahaan itu. Pengadilan akan mengangkat manajemen baru yang independen. Biasanya dari kantor akuntan besar --yang lagi tidak mengaudit perusahaan itu. Pasti Deloitte & Touche tidak punya peluang untuk memegang manajemen Hin Leong.
Tugas manajemen itu tidak berat. Hanya saja harus fair. Tugasnya hanya menyelamatkan aset perusahaan. Jangan sampai ada aset yang disembunyikan.
Tapi sudah terlalu banyak aset yang pindah tangan: dijual atau pura-pura dijual. Tergantung manajemen baru itu untuk menyelamatkannya. Kalau bisa.
Aset perusahaan itu ternyata tinggal 700 juta dolar AS. Padahal utangnya 3,3 miliar dolar AS.
Kalau aset itu bisa dijadikan uang maka bank-bank pemberi utang hanya dapat sedikit pengembalian. Tiap utang 1 dolar AS, hanya kembali 18 cent.
Bank mengalami kerugian yang amat besar. Terutama HSBC. Satu bank ini saja bisa rugi Rp 15 triliun.
Selama ini orang lebih banyak membayangkan betapa enaknya bank. Dalam kasus seperti ini betapa pusingnya.
Singapura heboh tidak habis-habisnya. Sebagai negara yang mengandalkan kepercayaan bisnis, kasus Hin Leong sangat mencederai reputasi. Itulah kasus gagal bayar terbesar dalam sejarah Singapura.
Tapi utang gagal Rp 70 triliun seperti itu bukan yang pertama. Bahkan tidak seberapa. Dibanding yang terjadi di Indonesia. Satu perusahaan saja, milik Eka Tjipta Widjaya, gagal bayar utang sekitar Rp 120 triliun.
Itu terjadi tahun 1998. Saat terjadi krisis moneter. Yang berbuntut jatuhnya Presiden Soeharto yang legendaris.
Tapi akhirnya utang itu selesai juga. Tanpa harus ada satu orang pun yang masuk penjara.
Itu karena tidak ada kejahatan yang disembunyikan. Semua akibat krisis moneter.
Bahkan perusahaan milik Eka Tjipta Widjaya, Sinar Mas group, kini justru menjadi konglomerat terbesar di Indonesia. Hanya dalam waktu kurang dari 20 tahun.
Bank-bank telah merestrukturisasi utang yang besarnya tidak terbayangkan itu. Bank yang jadi krediturnya pun lebih dari 50 bank.
Untuk rapat melakukan pembicaraan bagaimana menagih utang pun sudah sulit.
Sampai-sampai beredar lelucon saat itu: kalau mau utang sekalian yang besar sekali. Juga ke bank yang banyak sekali.
OK Lim kelihatannya tidak akan bisa bangkit lagi seperti Eka Tjipta Widjaya. Ia punya kelemahan berat soal menyembunyikan kerugian tadi.
Tapi bank juga tidak mau uangnya hilang. Memenjarakan orang tidak bisa membuat uang kembali.
Betapa serunya perundingan di antara 10 bank itu --mencari cara penyelamatan terbaik.
Nama Hin Leong (兴隆=Xing Long, dalam bahasa Mandarin) artinya masih tetap 'sejahtera'. Bisa jadi bangkrut hanyalah peristiwa administrasi. Tetap saja sejahtera tidak pergi dari pendirinya.
KOMENTAR ANDA