JIKA kita menginginkan anak menjadi tangguh di masa depan, salah satu langkah yang harus kita lakukan adalah menanamkan leadership dalam dirinya.
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Sejak dini, kita bisa menanamkan sifat kepemimpinan kepada anak. Yang terdekat adalah bagaimana anak bisa menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Dengan demikian, anak menjadi pribadi yang mandiri dan tidak mudah goyah.
Leadership secara sederhana bisa diartikan sebagai karakter sekaligus softskill untuk membimbing dan mendorong orang lain mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan.
Menanamkan leadership kepada anak bukan semata mempersiapkan anak menjadi ketua kelas, ketua rohis, atau ketua tim basket di sekolah. Namun lebih kepada menciptakan pribadi berkualitas pemimpin yang bisa memacu dirinya untuk terus melesat maju dan tidak menyerah saat dihadang kesulitan.
Leadership juga mengasah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif, berempati terhadap kesulitan orang lain, sekaligus meredam egoisme.
Remaja dan Tanggung Jawab
Founder Growing Leaders Dr. Tim Elmore membagi dua tipe pemimpin yaitu habitual leader (pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang terbiasa dalam situasi apa pun) dan situational leader (pemimpin dengan jiwa kepemimpinan yang sengaja ditumbuhkan dari situasi-situasi tertentu). Meski situational leader bukan berarti tipe pemimpin yang buruk, namun sangat beruntunglah mereka yang memiliki jiwa habitual leader.
Selama pandemi corona, orangtua bisa berdiskusi dengan anak-anak tentang pentingnya berdiri tegak dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam hidup ini. Ada beberapa contoh ilustrasi yang bisa kita berikan kepada anak, berikut di antaranya.
#Bicarakan tentang kereta listrik.
Kereta ‘terikat’ di atas rel sesuai jadwal keberangkatan. Sepintas terlihat rel itu ‘memaksa’ kereta tidak bisa melancong ke mana-mana. Padahal, rel justru membuat kereta berjalan lurus untuk fokus mencapai tujuan dengan cepat tanpa terganggu keramaian di kanan dan kirinya. Jika tidak berjalan di rel sesuai jadwal, tunggu saja bencana yang akan terjadi.
Itu menjadi bukti bahwa anak membutuhkan sistem dan aturan dalam hidupnya untuk membuatnya fokus melangkah maju mewujudkan cita-cita.
#Bicarakan tentang apartemen dan rumah.
Rumah adalah sesuatu yang kita miliki sementara apartemen adalah sesuatu yang kita sewa. Kita biasanya merawat tempat tinggal berdasarkan kepemilikan. Begitu juga dalam kehidupan.
Orang yang memperlakukan kehidupannya seperti rumahnya sendiri, maka dia akan menjadi sangat sadar dan bertanggung jawab memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk melakukan hal-hal positif.
#Ceritakan tentang persimpangan jalan.
Ketika menemukan persimpangan, kita harus memilih jalan mana yang harus ditempuh. Setelah memutuskan, maka itu akan menjadi jalan kita seumur hidup. Kita tidak bisa memilih jalan lain. Memilih jalan di persimpangan tersebut adalah satu bentuk kompromi.
Penting bagi anak memahami bahwa dia bisa melakukan apa pun tapi tidak bisa melakukan semuanya. Karena itulah sangat penting untuk tidak terburu-buru demi menentukan pilihan yang bijak dalam hidupnya.
Dalam bersosialisasi dengan teman maupun kelak di masyarakat, habitual leader akan muncul secara alami. Ketika membutuhkan solusi dalam kondisi chaos, akan terlihat jelas siapa yang memiliki jiwa kepemimpinan. Seorang pemimpin sejati lahir dari pengasuhan keluarga yang suportif.
Sosok Pemimpin Muslim
Rasa tanggung jawab merupakan satu sifat yang bisa ditanamkan sejak dini kepada anak untuk bisa menjadi pemimpin di masa depan.
Seperti apa sosok pemimpin dalam Islam? Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin menyebutkan empat ciri yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Pertama, hafidzun ‘alim, seperti yang disebutkan dalam surah Yusuf ayat 55. Hafidzun (pandai menjaga) bermakna seseorang yang memiliki integritas untuk tetap pada jalan kebenaran dan tidak tergoda untuk berbuat zalim. Sedangkan ‘alim yaitu memiliki kapabilitas dan pengetahuan untuk memajukan dan menyejahterakan rakyatnya.
Kedua, menegakkan salat. Bukan sekadar mengerjakan perbuatannya secara fisik, tapi menjadikan spirit salat yaitu amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian dari dirinya.
KOMENTAR ANDA