Ketika Bush menjadi presiden, Yang sudah pensiun dari kementerian. Tapi pemerintah Tiongkok mengangkat Yang menjadi duta besar: di Amerika Serikat.
Dr Yang mewakili harapan para penerjemah se-dunia. Kini Dr Yang menjadi anggota politbiro partai. Ia lebih tahu Amerika dari siapa pun di Tiongkok.
Siapa tahu salah satu mahasiswa Indonesia pun punya karir semelejit itu. Yakni mereka yang kini ambil jurusan bahasa asing di berbagai universitas.
Saya, dulu, sering bertemu penerjemah Presiden SBY. Mereka memang orang pilihan. Salah satunya kemudian jadi Duta Besar di Amerika, sempat pula menjadi Wakil Menteri Luar Negeri: Dino Pati Jalal.
Di Amerika saya juga pernah bertemu seorang penerjemah. Ia ditugaskan menjadi penerjemah saya. Ketika pertama kali saya ke sana, atas undangan pemerintah Amerika.
Waktu itu bahasa Inggris saya amat-sangat-luar-biasa parah. Belum bisa membedakan pengucapan hari Selasa dan Kamis. Apalagi membedakan 'jelek' dan 'tempat tidur'. Sekarang mendingan: tinggal parahnya saja.
Penerjemah itu ternyata pernah mendampingi Ibu Tien Soeharto. Saat beliau ke acara terpisah: Pak Harto menghadiri rapat, Ibu Tien ke salah satu perusahaan Amerika Serikat yang berinvestasi di Indonesia.
"Saya pernah punya pengalaman unik," ujarnya sekian tahun kemudian. "Ketika tuan rumah mengucapkan kata-kata yang bisa membuat Ibu Tien tersinggung, tidak saya terjemahkan apa adanya" katanya.
Itulah memang salah satu tugas penerjemah kenegaraan. Harus punya kemampuan diplomasi seperti itu.
"Ternyata Ibu Tien membisiki saya. Beliau mengatakan 'tidak begitu'," kata penerjemah itu. Sambil tertawa. "Ternyata Ibu Tien mengerti bahasa Inggris," tambahnya.
Pak Harto memang tidak pernah berpidato dalam bahasa Inggris di luar negeri. Akibatnya: banyak yang mengira beliau hanya bisa bahasa Indonesia.
Itu sangat kontras dengan presiden sebelumnya: Bung Karno. Yang pidato bahasa asingnya mengagumkan dunia.
Beda presiden tentu boleh beda gaya.
KOMENTAR ANDA