Saya pun menuju mobil yang parkir di pinggir jalan --di luar percetakan. Saya sempatkan sarapan empat menu itu di dalam mobil. Itulah menu rutin sarapan saya selama Covid-19: madu, telur rebus dua biji, jus jambu biji, dan pisang. Setiap hari.
Usai sarapan kembali melihat orang bekerja. Yang juga sepanjang malam qiyamul-lail.
"Besok tidak boleh telat lagi," itulah tekad semua orang di redaksi. Juga di penata halaman.
Mereka yakin separo 'kesalahan-kesalahan-pertama' tidak akan terjadi lagi. Berarti, kata saya, masih ada separo 'kesalahan-kesalahan pertama ditambah sisa-sisa kesalahan kedua'.
Bagaimana dengan penampilan fisiknya?
Rasanya 'banyak kesalahan pertama ada di situ'. Saya akan menjiplak moto restoran Padang: Kalau Anda puas beritahulah teman-teman, kalau Anda tidak puas beritahu lah kami --maksudnya jangan bully kami secara bisik-bisik maupun secara medsos.
Kalau pun itu terjadi juga apa boleh buat.
Bagaimana saya sendiri? Puas?
Saya belum bisa mengemukakan pendapat. Saat menulis ini setidaknya saya puas: Masih bisa tidak tidur sepanjang siang dan malam - -seperti di hari-hari saya antara usia 30 sampai 45 tahun.
"Sudah lebih 20 tahun saya tidak sepanjang malam di percetakan," kata saya dalam hati. Saya kembali mencium bau tinta, tumpukan-tumpukan kertas, plate, dan warung pinggir jalan di kompleks industri.
Selebihnya hanya pasrah dan lebih banyak tawakal.
KOMENTAR ANDA