Kiai Asep pun memberikan pandangan ke kiai Syaifullah yang nyentrik itu. Agar Singa Putih mau membuka madrasah modern. Kiai Asep sanggup jadi penasihat di Singa Putih.
Jadilah Singa Putih membuka pesantren modern. Mula-mula hanya tingkat tsanawiyah (SMP). Sekarang sudah sampai Aliyah.
Gedung sekolahnya pun dibuat modern. Megah. Wajah depannya pun seperti bangunan Eropa lama. Pilar-pilarnya besar dan tinggi. Ada mahkota di bagian atas pilar itu. Lalu ada dua patung singa putih yang lagi mangap di atas gedung.
Kemarin malam bangunan itu diresmikan. Saya diminta hadir. Itulah gedung yang dikerjakan hanya selama 40 hari. Seluruh santri ikut membangun. Siang malam. Dengan arsitek kiai sendiri.
Di samping mengharamkan tidur bagi dirinya sendiri, sang kiai juga mengharamkan beristri lebih dari satu. Ia contohkan itu ke masyarakat. Kiai sendiri sering mengantar istrinya ke pasar.
Saat peresmian itu sang kiai minta ibunya naik panggung. Di situ kiai mencium kening ibunya. Mencium lutut sang ibu. Mencium kaki sang ibunda.
Ayah sang kiai sudah meninggal lama. Tapi sang ayah masih sempat menyaksikan kiprah anaknya itu membangun pesantren. Sang ayah juga sering ikut pengajian anaknya.
"Ayah saya selalu saya pakai contoh sebagai ayah yang mulia. Yakni ayah yang tidak canggung ikut mengaji ke anak," ujar kiai seperti ditirukan Sholeh.
Yang juga menarik: istighotsah di pondok ini dilakukan dengan cara melantunkan syair. Kesannya lebih berdendang syair daripada istighotsah. Syair itu juga gubahan sendiri sang kiai.
Dalam syair itu dilantunkan dulu kalimat pujian pada Tuhan dalam bahasa Arab. Lalu disambung lantunan syair dalam bahasa Jawa. Dilagukan. Dengan irama yang berbeda-beda.
Pondok ini juga tidak mau menerima BOS (bantuan operasional sekolah). Atau bantuan apa pun dari pemerintah. Juga tidak mau minta-minta sumbangan. Justru tamu-tamu yang datang, pulangnya diberi uang. Disangoni jimat. Termasuk bupati sekali pun.
Setelah mendengar itu saya menjadi ragu. Apakah jimat saya itu isinya juga uang.
KOMENTAR ANDA