Setidaknya bisa untuk jaminan pembayaran ongkos sandar. Tidak disangka gegara ingin menyelamatkan uang receh ini bencana besar terjadi. Tujuh tahun kemudian –4 Agustus barusan. Yang merugikan negara Rp 300 triliun.
Ketika muatan bahan baku peledak itu sudah pindah ke gudang, awak kapal masih harus tetap di dalam kapal. Pekerjaan rutinnya: menguras air laut yang mulai masuk ke kapal. Mereka adalah 7 orang asal Ukraina. Satu orang kapten asal Rusia. Status mereka yang warga negara asing membuat awak kapal harus tetap di kapal.
Perusahaan kapal itu tidak mau tahu. Tidak lagi punya kemampuan keuangan. Belakangan perusahaan itu sendiri tidak bisa bertahan hidup: bangkrut. Untuk biaya sehari-hari awak kapal pun menjual minyak kapal. Mereka menyedotnya dari tangki kapal. Dijual eceran. Toh kapal tidak bisa jalan dalam waktu yang tidak bisa ditentukan.
Setelah 10 bulan terlantar di pelabuhan Beirut, pemerintah Ukraina menyelamatkan awak kapal itu. Mereka bisa pulang ke Ukraina. Tinggallah kapten kapal asal Rusia itu sendirian. Ia harus bertahan di dalam kapal. Sambil menunggu penyelesaian.
Tidak bisa selesai.
Ups... akhirnya bisa selesai. Dengan sendirinya. Tuhan yang menyelesaikannya.
Problem itu selesai justru karena tidak ada lagi awak yang menguras air laut yang masuk ke kapal. Bahkan kapten kapal itu pun akhirnya sudah diselamatkan pemerintah Rusia. Kapal Rhosus tunggal sendirian terapung di laut dekat pelabuhan.
Lama-lama kapal Rhosus itu pun miring. Air laut yang masuk kapal kian banyak. Dalam tiga hari miringnya bertambah dalam. Akhirnya kapal tua itu tenggelam dengan damai. Oktober 2018.
Ketika Minggu lalu gudang itu meledak Rhosus sendiri hanya bisa melihat keruntuhan Beirut dari dasar laut sambil tetap memejamkan matanya. Sebenarnya saat itu sedang diproses: mau diapakan bahan baku peledak yang sudah 7 tahun di gudang itu?
Tidak bisa diapa-apakan. Harus menunggu putusan pengadilan. Yang rupanya di mana-mana sama: lama dan sangat lama. Begitulah hukum. Harus ditegakkan –sebagaimana mottonya-- biar pun langit runtuh.
Tujuh tahun setelah kapal Rhosus sandar di pelabuhan Beirut langit memang tidak runtuh.
Beirut yang runtuh.
KOMENTAR ANDA