Galengan itu kita ubah secara mendasar: menjadi titik-titik kordinat. Galengannya disimpan di komputer atau di HP. Tidak lagi di atas sawah. Juga disimpan di komputernya kantor agraria.
Dalam perjalanannya, kalau ada petani yang ingin menjual sawah, mereka hanya menjual titik kordinat.
Dengan hilangnya galengan di hamparan 300 hektare itu maka pengerjaan sawahnya bisa full mekanisasi. Mulai dari pengolahan lahan, penanaman sampai panennya.
Tugas pemerintah pusat hanya menjadi penggerak. Dengan cara mengadakan semacam lomba antarbupati: siapa yang mau ikut program ini.
Artinya, pemerintah pusat mencari siapa bupati yang tertarik menyukseskan program ini. Tanpa lewat instruksi dari atas –yang biasanya kurang sukses.
Yang dicari adalah satu bupati yang punya sikap optimistis bisa meyakinkan petani di satu hamparan. Untuk bisa berubah menjadi petani komunal.
'Lomba' ini untuk tahun pertama sebaiknya hanya dilakukan di lima provinsi penghasil padi: Jabar, Jateng, Jatim, Bali, dan Sulsel. Di satu provinsi cukup ada satu kabupaten yang menjadi pemenang.
Pemerintah pusat menyediakan semacam 'hadiah'. Traktor, pupuk, mesin panen, fasilitas kredit untuk cost of living bagi petani pemilik sawah. Petani mendapat uang muka senilai hasil panen di tahun sebelumnya.
Kalau hasil pertanian komunal itu ternyata lebih besar, petani masih mendapat tambahan pendapatan lagi.
Hadiah dari pemerintah pusat itu pada dasarnya adalah subsidi 'kemajuan berpikir dan bertindak' untuk petani.
Bagi lima bupati di lima provinsi yang menangani program ini akan mendapat fasilitas tambahan bagi kabupaten mereka. Misalnya dalam bentuk program besar yang diusulkan oleh bupati tersebut.
Para petani pemilik sawah bisa melamar bekerja di pertanian komunal itu. Dengan gaji dan beban kerja yang ditentukan oleh direksi komunal.
Pertanian komunal ini harus sukses. Untuk meraih sukses berikutnya. Yakni kian banyaknya pertanian komunal. Termasuk untuk komoditi lainnya: kedelai dan jagung.
Kalau petani sudah biasa hidup komunal giliran berikutnya tinggal pindah ke peternakan komunal. Dan komunal apalagi.
Inilah penerapan prinsip gotong royong Pancasila untuk abad baru.
KOMENTAR ANDA