Maka media mainstream di sana kini sibuk melakukan pengecekan fakta. Ternyata tidak seperti itu.
Kalau pun Biden meninggal, dan kalau pun Kamala otomatis jadi presiden, tidak otomatis Ketua DPR menjadi Wapres.
Yang benar: Kamala sebagai presiden baru akan memilih satu nama calon wakil presiden. Nama itu harus mendapat persetujuan DPR dan Kongres.
Usaha buzzer seperti itu dianggap berhasil. Setidaknya dalam dua hari terakhir ini langit Amerika dipenuhi isu Biden akan mati ketika menjabat presiden nanti.
Rasanya itu pun hanya akan jadi keberhasilan jangka pendek. Hasil survei politik terus menempatkan nama Biden kian tinggi. Sampai-sampai muncul isu baru: kalau mau menang Trump harus mengganti calon wakil presiden.
Cawapres Trump memang belum ditentukan. Tapi selama ini selalu Wapres incumbent tetap digandeng di pencalonan berikutnya. Apalagi jasa Wapres Mike Pence sangat besar untuk keterpilihan Trump periode pertama.
Pence-lah yang mendekatkan golongan Kristen ke Trump. Ia memang dikenal sangat Kristiani. Sangat konservatif. Banyak 'Perda Syariah' lahir di Indiana ketika Pence jadi gubernur di sana.
Padahal sebelum itu Trump dikenal sebagai Kristen yang tidak taat. Orang mengenal agama Trump sesungguhnya adalah yang 'itu'.
Berkat Pence akhirnya kalangan gereja menyukai Trump. Meski tidak semua. Itu sudah cukup. Bisa jadi Pence tidak diperlukan lagi. Manisnya sudah habis diisap.
Trump yang selama jadi presiden pun tetap dikenal sebagai tukang pecat diperkirakan juga akan memecat Pence.
Ada keuntungan lain memecat orang yang dulu sangat berjasa padanya itu. Bukankah secara formal wakil presiden adalah ketua tim penanggulangan Covid-19?
Maksud saya: sekalian saja dua pulau dilampaui. Trump bisa mencari calon wapres baru yang lebih potensial mendulang suara. Itu penting untuk bisa mengimbangi Kamala Harris. Pulau keduanya pun bisa diraih: dapat kambing hitam. Pence akan bisa dijadikan kambing hitam mengapa penanganan Covid-19 selama ini berantakan.
Cari kambing Covid-19 itu penting, karena pusat keburukan Trump ada di situ. Dan Trump akan berseri-seri mendapat ide kambing hitam yang sangat pas itu: Pence.
Kecuali Trump tetap ngotot menggunakan kambing hitam lamanya: Tiongkok.
Tapi Tiongkok terlihat sangat bisa menahan diri di Taiwan. Padahal armada Amerika sudah keliling terus memutari laut sekitar Taiwan.
Adakah Trump pasti kalah?
Kewaspadaan justru disiarkan oleh Hillary Clinton. Yang juga jadi pembicara di konvensi online itu.
Di Pilpres lalu perolehan suara Hillary 2,8 juta lebih tinggi dari Trump. Tapi Hillary kalah di lebih banyak dapil. "Bisa saja suara Biden nanti 3 juta lebih tinggi dari Trump. Tapi yang terpilih Trump. Demokrat harus belajar dari apa yang saya alami," ujar Hillary.
Hillary senang Kamala menjadi Cawapres. Tapi lebih senang lagi orang-orang India. Teman-teman India saya ikut berkibar. Ada yang mengirimi saya lelucon ini. Yang saya pakai untuk menutup tulisan ini:
Seorang keturunan India melamar bekerja sebagai sales di toko besar di Los Angeles.
Di sore hari pertama ia bekerja bosnya bertanya: sudah mendapat berapa pembeli?
"Satu orang," jawabnya.
"Hanya satu orang? Di sini seorang sales setidaknya bisa mendapat 20 pembeli sehari," kata sang bos.
"Maafkan," kata si sales baru.
"Jadi, kamu dapat uang berapa?“
KOMENTAR ANDA