”SAYA mau melanjutkan ke S-2 di sini,” ujar Saddam Hussein kepada Disway hari Minggu lalu.
”Sudah bisa berbahasa Indonesia?” tanya saya dalam bahasa Inggris.
”Bisa sekali,” jawabnya dalam bahasa Indonesia.
Bahkan, Saddam Hussein bisa berbahasa Jawa. Ia memang sudah hampir 4 tahun di Indonesia. Tepatnya di Pacet, di kaki Gunung Arjuno dan Gunung Penanggungan di luar Kota Mojokerto, Jatim.
Saddam mahasiswa dari Afganistan. Bapaknya seorang pegawai negeri di Kabul, ibu kota Afganistan.
Saddam termasuk dari 15 mahasiswa dari 9 negara yang kuliah di Institut Pesantren KH Abdul Chalim di Pacet. Selebihnya dari Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Sudan.
Pembina pesantren itu, KH Asep Saifuddin Chalim, memang bercita-cita mendirikan universitas internasional di Pacet. Kalau bisa tahun depan. Lokasi sudah disediakan: di kompleks Pesantren Amanatul Ummah itu.
Selama ini di bidang pendidikan tinggi, Indonesia selalu melihat ke atas pada Mesir (Al Azhar). Ataupun ke Yaman. Padahal, keulamaan Islam di Indonesia tidak kalah. Secara ekonomi Indonesia juga lebih maju.
Kiai Asep memimpikan Indonesia bisa menjadi negara tujuan kuliah. Terutama untuk negara-negara Islam. ”Bagaimana bisa di bidang pendidikan tinggi Indonesia kalah populer dari Yaman,” ujar Kiai Asep di rekaman podcast dengan Disway kemarin.
Rekaman itu begitu panjang. Mungkin harus tayang dua seri. Atau bahkan tiga seri. Baru sekali ini saya mendengar ada kiai yang punya keinginan agar Indonesia menjadi sentral pendidikan bagi negara-negara Islam di dunia.
”Kalau dengan Al Azhar, Kairo, bisa dimaklumi. Al Azhar adalah universitas tertua kedua di dunia. Tapi, bagaimana bisa kita kalah dari Yaman,” katanya.
Maka di Pacet itu nanti, lembaga pendidikannya menjadi lengkap. Yang sekarang sudah ada adalah SMP, SMA, tsanawiyah, aliyah, dan Institut Pesantren KH Abdul Chalim. Tahun ini lengkap pula S-1, S-2, dan S-3. Lalu, international university itu.
Podcast itu panjang karena saya ingin tahu perjalanan Kiai Asep secara lengkap. Terutama bagaimana sosok yang terlihat begitu sederhana punya keinginan yang begitu tinggi. Dan itu bukan sekadar keinginan. Tahapan-tahapannya sudah dia tapaki dengan sukses besar. Termasuk saat melewati jurang yang paling terjal.
Kalau pun Kiai Asep kini bergelar profesor dan doktor, itu bukan karena ia ingin gelar tersebut. Gelar itu ia raih sekadar agar ia bisa memimpin sendiri semua lembaga pendidikan tadi. Ia tidak mau hanya menjadi ketua yayasan. Kurang total.
Tanpa gelar itu pun, ia mampu mengelola semua itu. Tapi, peraturan yang tidak membolehkan.
Pun waktu mudanya. Tanpa ijazah SMA, Asep sudah bisa menjadi guru bahasa Inggris, matematika, dan biologi di berbagai SMP. Bahkan menjadi guru favorit.
Tapi, suatu saat ada aturan di SMP-SMP tempatnya mengajar. Semua guru harus menyerahkan ijazah SMA. Dan guru Asep memilih mengundurkan diri -tanpa ada yang tahu kalau itu karena ia tidak punya ijazah SMA.
Asep memang hanya sampai kelas II di SMAN 1 Sidoarjo. Tidak punya biaya lagi untuk menamatkannya.
Pun ketika lebih muda dari itu. Ketika baru berumur 18 tahun. Setelah putus sekolah itu. Asep diminta mengajar sekolah swasta yang kosong di pelosok Pasuruan. Ia mengajar semua pelajaran, kecuali akhlak. Sekolah itu bisa hemat sekali. Hanya perlu dua guru. Sekolah itu menjadi hidup. Tahun depannya justru mendirikan tsanawiyah, setara SMP.
Ketika mendirikan sekolah sendiri di Surabaya, juga cepat sekali maju. Tapi, Kiai Asep terpeleset. Itulah jurang yang paling terjal baginya.
Ia membangun gedung-gedung di tanah orang lain. Itu karena tanah tersebut akan diwakafkan.
Ternyata wakaf itu batal. Sekolah sudah telanjur maju. Gedung-gedung sudah baru. Dan megah-megah. Murid sudah 1.500 orang.
Pemilik tanah ingin sekolah itu menjadi miliknya. Saat Kiai Asep naik haji, sekolah itu dikuasai pemilik tanah. Dipagari. Asep tidak bisa masuk.
Itu ia rasakan sebagai pukulan yang sangat berat. Tapi, ia bikin sekolah baru di sebelahnya. Maju lagi. Dalam dua tahun gedung-gedungnya sudah mengalahkan sekolah yang "dirampas” tadi.
Apalagi dengan ekspansinya ke Pacet. Jumlah siswa/mahasiswanya kini sudah 15.000 orang.
KOMENTAR ANDA