Menjadi ibu bekerja kerap kali menimbulkan dilema dan berujung pada munculnya perasaan bersalah di dalam diri/Net
Menjadi ibu bekerja kerap kali menimbulkan dilema dan berujung pada munculnya perasaan bersalah di dalam diri/Net
KOMENTAR

BAGI ibu yang bekerja alias working mom, menjalankan kegiatan sehari-hari kerap kali bukan merupakan hal yang mudah. Pasalnya, mereka harus menjalankan multi-peran secara bersamaan, yakni meniti karir sambil tetap mengurus keluarga, terutama buah hati.

Tidak jarang, stres atau perasaan bersalah kerap muncul terutama ketika Anda merasa waktu Anda lebih bayak dihabiskan untuk pekerjaan, sementara anak-anak Anda tumbuh dengan sangat cepat tanpa Anda sadari.

Jika Anda merasa demikian, ketahuilah bahwa Anda tidak sendiri.

Dalam bukunya "Forget Having It All", penulis dan jurnalis Amy Westervelt meringkas dilema yang kerap kali dihadapi oleh ibu bekerja.

"Kami berharap wanita bekerja seolah-olah mereka tidak punya anak, dan membesarkan anak seolah-olah mereka tidak bekerja," tulisnya.

Menurutnya, bagi sebagian ibu yang bekerja memang ada batasan kabur antara bekerja dan mengurus keluarga. Di satu sisi, kerap muncul perasaan bersalah karena bekerja atau bersalah jika tidak bekerja. Di sisi lain, perasaan bersalah juga tidak jarang muncul ketika tidak bisa sepenuhnya mendengarkan cerita anak-anak Anda atau melewatkan waktu yang berarti bersama mereka.

Perasaan bersalah yang dibiarkan berhelayut terus menerus akan membuat ibu yang bekerja merasa mereka gagal, baik sebagai seorang individu maupun sebagai seorang ibu.

Bahkan ketika ibu bekerja mencoba menemukan keseimbangan dalam pekerjaan dan rumah tangga, hal itu tidak jarang berujung pada kelelahan.

"Rasanya seperti situasi tanpa kemenangan, dan itu memicu perasaan kewalahan dan kekalahan yang dapat menyebabkan kelelahan," jelasnya.

Jika Anda membiarkan rasa tersebut menghantui diri Anda secara terus menerus, maka bukan tidak mungkin, hidup Anda hanya diliputi oleh perasaan kecewa ataupun gagal.

Anda tidak hanya merasa tidak enak karena mengecewakan anak-anak, tim, atau bos Anda, Anda juga bisa jadi merasa bersalah karena mempraktikkan perawatan diri, atau menyesal karena tidak cukup membantu orang tua atau malu memberi tahu teman betapa stresnya Anda, seolah-olah Anda tidak berhak merasa seperti ini.

Oleh karena itu, cobalah untuk melepas rasa bersalah yang menghantui itu. Karena jika tidak, perasaan bersalah tersebut hanya akan menggerogoti diri Anda, mengganggu tidur Anda, memengaruhi suasana hati Anda, dan menghalangi kehadiran Anda.

"Pengalaman saya dalam menasihati ibu yang bekerja telah menunjukkan kepada saya bahwa, meskipun mereka masih merasakan stres, mereka juga mengalami kelegaan yang signifikan ketika mereka sadar dan sengaja tentang pola pikir dan perilaku mereka," kata penulis buku "Mommy Burnout: How to Reclaim Your Life and Raise Healthier Children in the Process" Sheryl G. Ziegler dalam artikel berjudul "How to Let Go of Working-Mom Guilt" yang dipublikasikan di Harvard Business Review awal September lalu.

Dia membagikan beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh ibu bekerja untuk mulai membebaskan diri Anda dari rasa bersalah mulai hari ini.

1. Maafkan Dirimu

Melepaskan rasa bersalah harus dimulai dengan komitmen untuk berhenti menyalahkan diri sendiri atas pilihan dan keadaan Anda.

Pasalnya, jika rasa bersalah dibiarkan terus menerus, maka bisa berubah menjadi rasa malu dan hal itu akan menyakitkan secara emosional. Anda akan mungkin berpikir bahwa Anda adalah ibu yang buruk, karyawan yang buruk, atau teman yang buruk.

Oleh karena itu, sebaiknya Anda ingat alasan dari setiap pilihan yang Anda ambil dalam hidup. Tanamkan dalam pikiran bahwa "Saya membuat keputusan itu karena ...." dan kemudian berpikirlah maju ke depan sesuai dengan apa yang Anda harapkan sejak awal mengambil keputusan tersebut, termasuk bekerja.

2. Tinjau kembali nilai dan prioritas Anda

Hal lain yang bisa dilakukan bagi ibu bekerja untuk mengurangi rasa bersalah di dalam hati adalah melakukan "latihan" paling dasar, yakni memperjelas tentang apa nilai dan prioritas Anda dalam hidup.

Setelah menggarisbawahi kembali nilai serta prioritas Anda dalam hidup, mulailah kembali menjalani hidup sesuai dengan hal tersebut.

"Begitu sering orang mengatakan satu hal yang paling penting bagi mereka, tetapi mereka tidak menjalankan nilai-nilai itu," tulis Ziegler.  

Sebagai contoh, jika waktu keluarga ada di urutan teratas prioritas Anda, tetapi Anda tidak merasa cukup untuk memenuhinya, maka bebaskan diri dari rasa bersalah dengan secara sadar mencari cara lain untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga. Misalnya dengan mengisi waktu libur Anda degan waktu berkualitas bersama keluarga dengan melakukan aktivitas tertentu tanpa terganggu urusan pekerjaan.

3. Jangan segan minta bantuan




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women