Seseorang dapat memiliki kehidupan yang lebih bermakna dan bertabur kebahagiaan setelah berusia 40 tahun asalkan selama hidupnya ia mampu memelihara positive attitude yang tepat/ Net
Seseorang dapat memiliki kehidupan yang lebih bermakna dan bertabur kebahagiaan setelah berusia 40 tahun asalkan selama hidupnya ia mampu memelihara positive attitude yang tepat/ Net
KOMENTAR

AKTUALISASI diri seorang perempuan biasanya dimulai sejak remaja atau setidaknya di usia awal 20-an. Perempuan mulai membangun karir profesionalnya; ada yang sesuai latar belakang pendidikan di bangku kuliah dan ada yang mengikuti passion meski harus 'banting setir' dari bidang keilmuan yang dipelajari di kampus.

Perjalanan karir setiap orang bisa beragam. Masing-masing orang menghadapi tantangan, rintangan, dan pilihan opsi yang tidak selalu sama.

Ada yang sejak masih aktif kuliah nyambi magang di perusahaan. Walhasil, pola pikir sistematis yang ditekankan dalam berbagai bidang studi di kampus ditunjang practise setiap hari di tempat magang biasanya menjadikan orang tersebut lebih mahir dibandingkan teman-temannya. Ia yakin dengan bidang yang ingin digelutinya secara profesional di kemudian hari. Tak heran jika pengalaman kerjanya tidak pernah keluar dari 'jalur'. Ia berada on the right career path.

Di sisi lain, ada yang tetap galau meski telah mengantongi gelar sarjana. Bisa jadi karena dulu memilih jurusan karena menuruti perintah orangtua. Berharap bisa menyukai, tapi sampai lulus tak juga sreg berprofesi di bidang itu. Bolak-balik mengikuti tes dan wawancara dengan HRD, tapi durasi kerja hanya bertahan beberapa bulan. Ujung-ujungnya, baru menyerah untuk mulai berwirausaha karena ternyata di situlah passion-nya. Atau banting setir ke profesi lain yang jauh berbeda dari jenjang pendidikannya.

 Kehidupan Dinamis Perempuan

Sebagai perempuan, perjalanan hidup kita memang tak bisa diprediksi. Ada yang cepat mendapat jodoh sebelum usia 25, ada yang harus melajang lebih lama, ada yang sudah bercerai di usia belum genap 30 tahun, ada yang bertahun-tahun menunggu diberi kepercayaan (buah hati-red) oleh Yang Maha Kuasa, ada juga perempuan yang dalam enam tahun pernikahan sudah dikaruniai tiga anak.

Ada yang kukuh mengejar karir profesional di luar rumah lalu menyediakan support system semaksimal mungkin agar urusan anak, suami, dan rumah bisa berjalan baik meski mereka adalah pekerja nine to five. Ada yang sedang 'naik daun' karena sedang dipromosikan, tapi memilih untuk mundur saat tahu mereka sedang mengandung buah hati yang diidam-idamkan.

Ada yang diberi kepercayaan oleh pasangan untuk meniti karir di luar rumah, ada yang memilih menjadi ibu rumah tangga profesional dan fokus pada keluarga. Ada pula perempuan yang baru diperbolehkan berkarir profesional oleh suami setelah anak-anak dirasa sudah bisa melakukan sendiri berbagai aktivitas harian. Maka alur kehidupan perempuan punya kisah masing-masing.

 Aktualisasi Diri Khas Perempuan

Dalam perjalanan hidup manusia, seseorang yang telah menemukan ketenangan dalam kehidupan pribadinya akan mulai gelisah ketika belum bisa bermanfaat bagi lebih banyak orang (selain keluarganya). Dia menyadari bahwa dirinya memiliki potensi dan kewajiban untuk bisa bermanfaat bagi lingkungan yang lebih besar dari keluarga. Itulah kebutuhan manusia terhadap aktualisasi diri.

Aktualisasi diri hakikatnya adalah tentang keinginan kita (manusia) untuk memanfaatkan kemampuan diri demi mencapai tujuan yang kita inginkan dan bisa dilakukan. Dalam ilmu psikologi, aktualisasi diri (self actualization) merupakan kebutuhan dan pencapaian tertinggi manusia dalam teori Hierarchy of Needs ala Abraham Maslow.

Perlu dipahami bahwa aktualisasi diri tidak melulu tentang menghasilkan uang sendiri. Jika memang passion kita menjadi seorang womanpreneur, sah-sah saja jika kita menargetkan popularitas brand kita yang berimbas pada keuntungan finansial.

Namun aktualisasi diri juga bisa dalam bentuk pengabdian terhadap masyarakat. Misalnya, kita bergabung dan aktif dalam platform penggalangan dana untuk bantuan sosial kemasyarakatan, aktif dalam organisasi pelestari lingkungan hidup, mengikuti komunitas sahabat teman difabel, masuk kelompok relawan, atau bergabung ke dalam sebuah yayasan sosial keagamaan yang fokus pada pendidikan anak tidak mampu.

Selama kita mencintai apa yang kita lakukan, kita berdaya untuk berkontribusi aktif, dan kita berjalan ke arah tujuan yang kita cita-citakan, maka aktualisasi diri kita bisa dikatakan berhasil.

 Dimulai dari 40

Lantas, masih mungkinkah seorang perempuan memulai langkah "from nobody to somebody" di usia 40 tahun?

Ahli hukum bidang infrastruktur yang juga menjabat Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Padjajaran sekaligus Anggota Dewan Pembina Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Irawati Hermawan menegaskan bahwa perempuan sangat bisa untuk mulai berkarir di usia 40. "Forty is the new 30 or 25. Jangan pernah khawatir dengan usia untuk mulai melakukan apa saja di usia berapa saja. Perempuan pasti bisa."

Apa yang dikatakan pengacara senior tersebut mengindikasikan bahwa tidak ada kata terlambat untuk melakukan aktivitas profesional di luar rumah meski sudah memasuki usia 40 dan berkeluarga. Bisa dibilang, pada usia tersebut, kehidupan rumah tangga sudah stabil sehingga perempuan memiliki kesempatan mengaktualisasikan dirinya di ranah yang lebih luas.

Sebagai perempuan, kita bisa memperkuat pengetahuan dan keterampilan yang kita miliki dengan mengikuti berbagai workshop yang mendukung bidang yang kita tuju. Dengan begitu, kita bukanlah seseorang berusia 40 tahun yang ujug-ujug datang dari negeri antah-berantah tanpa bekal wawasan dan ilmu. Sebaliknya, kita memulai aktualisasi diri dengan 'amunisi' yang lengkap.

Benarkah 40 tahun belum terlambat? Setidaknya ada dua hal yang bisa menambah keyakinan kita.

Pada tahun 1932, Walter B. Pitkin menulis Life Begins at Forty, sebuah buku self-help yang dicatat Publishers Weekly sebagai buku nonfiksi terlaris di Amerika pada tahun 1933. Buku ini mengatakan bahwa seseorang dapat memiliki kehidupan yang lebih bermakna dan bertabur kebahagiaan setelah berusia 40 tahun asalkan selama hidupnya ia mampu memelihara positive attitude yang tepat.

Lalu yang kedua, last but not least, sebagai muslimah marilah menengok kecemerlangan Siti Khadijah. Dialah sosok perempuan yang menjaga kehormatan, akhlak mulia, kecerdasan, dan kemahiran berdagang di tengah masyarakat Mekkah yang pada masa sebelum kenabian Muhammmad dikenal sebagai masyarakat jahiliyah.

Karena Khadijah menjaga diri serta tidak tergoda melakukan berbagai kebodohan dan kemunkaran, Allah menyiapkan jodoh terbaik saat Khadijah memasuki usia 40 tahun (usia empat puluh Khadijah disebut oleh mayoritas sumber tradisional Islam dan dimuat dalam riwayat zaman Nabi Muhammad yang diklaim telah diverifikasi): Muhammad bin Abdullah yang kemudian menjadi Nabi Akhir Zaman.

Mari membuka pikiran dan hati lebih luas. Tak ada kata terlambat untuk mengaktualisasikan diri untuk suatu hal yang bermanfaat tak hanya bagi diri sendiri tapi juga demi kemaslahatan keluarga dan orang banyak. Yang perlu dilakukan seorang perempuan hanyalah mengikuti kata hatinya menuju sesuatu yang bernilai positif.




Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Sebelumnya

Nicke Widyawati Masuk Fortune Most Powerful Women 2024

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women