Maka dengan dana sendiri Boseke melakukan penelusuran sampai ke Tiongkok. Khususnya ke Sichuan, salah satu pusat pemerintahan kekaisaran Han. Boseke juga ke Korea, Jepang, dan Taiwan.
Saat di Sichuan itu Boseke menemukan mantra yang dulu dialunkan kakeknya. Yang bunyi dan nadanya sangat mirip.
Ternyata itu adalah nyanyian sedih yang diratapkan bangsa Han setelah kekaisaran itu runtuh. Mereka menginginkan kejayaan kembali bangsa Han.
Itulah semacam doa yang terus diratapkan siapa pun yang menginginkan kejayaan kembali bangsa Han. Di mana pun mereka berada. Termasuk oleh mereka yang sudah menyebar ke mana-mana --akibat perang yang tidak habis-habisnya pasca kejayaan kekaisaran Han.
Kekaisaran Han adalah yang paling lama berkuasa di Tiongkok. Yakni selama 400 tahun. Sejak 250 tahun sebelum Masehi sampai 150 tahun setelah Masehi.
Buku ini juga menceritakan perang-perang antar negara Shu (Sichuan dan sekitarnya), Wi (di utara sungai Huang He) dan Wu (Wuhan dan sekitarnya sampai Guangdong dan Shanghai).
Pusat pemerintahan Han sendiri pindah-pindah. Awalnya di Chang An (sekarang: Xi'an), Laoyang (kota Laoyang sekarang masuk provinsi Henan) dan Chengdu (sekarang masih bernama Chengdu, ibu kota provinsi Sichuan).
Nama Minahasa pun ternyata terkait dengan sejarah banyaknya pengungsian akibat perang ratusan tahun berikutnya. Terutama pengungsian terhadap wanita dan anak-anak. Mereka dinaikkan kapal agar bisa menghilir di sungai Changjiang (Yang Tze Kiang) yang sangat besar itu. Mereka pun menghilang ke timur --termasuk lepas ke muara sungai menuju lautan bebas.
Asal kata Minahasa, tulis Boseke, dari bahasa Han: Min Na Hai Zi. Lalu menjadi Minahasa. Artinya: orang-orang (rakyat) dan anak-anak sampai di sini.
Kata ''mayesu'' di Minahasa berarti pulang. Tapi 'pulang' dalam pengertian pengungsi itu adalah pulang ke negeri 'shu'. Mereka begitu rindu pulang sampai-sampai mayesu sendiri berarti pulang.
Buku ini juga menarik karena Boseke menceritakan perang tiga negara Shu, Wi, Wu, sehingga bagi pembaca yang malas mengikuti Samkok yang berjilid-jilid bisa cepat tahu pokok persoalan. Termasuk peran Jenderal Zhuge Liang, Jenderal Chao Chao, dan putri Xiao Mi.
Di Tiongkok kini ada taksi khusus mobil listrik dengan nama Chao Chao. Itu untuk menggambarkan di mana pun Anda Chao Chao ada di situ. Waktu itu Jenderal Chao Chao memang dikagumi karena di mana pun ada musuh ia ada di situ.
Sedang kecantikan Xiao Mi kini juga menjadi merek handphone –meski xiao mi sendiri artinya beras kecil-kecil, warna kuning, yang biasanya enak untuk bubur.
Tentu saya ingin sekali bertemu Boseke. Masih begitu banyak pertanyaan yang mengganjal.
KOMENTAR ANDA