Maka setelah melihat adegan truk yang rodanya diganjal balok kecil itu, timbul ide baru Ryantori: tiang pasak.
Yakni: di bawah jaringan laba-laba tadi diberi tiang pasak sedalam 6 meter. Bisa lebih pendek atau panjang sesuai dengan beban proyek.
Pasak itu terbuat dari dua pipa beda ukuran. Yakni pipa bergaris tengah 8 sentimeter yang di dalamnya diisi pipa bergaris tengah 6 sentimeter.
Tiap sekitar 500 m2 hamparan diberi satu tiang pasak pendek seperti itu.
Fungsi pipa yang lebih kecil di dalam pipa yang lebih besar tadi mirip fungsi balok yang mengganjal truk besar itu. Maka kalau saja bangunan baru itu berproses miring, pipa yang di dalam itu menekan dinding bagian dalam pipa yang lebih besar.
Balok pengganjal truk bisa menjadi prinsip kekuatan konstruksi.
Saya sudah tidak muda untuk menelusuri lebih lanjut: mengapa Ryantori tidak mengajak Kris lagi memasarkan teknologi terbarunya itu.
Mengapa Ryantori justru mengajak Hadi Waluyo yang selama itu dikenal sebagai partner Kris di perusahaan yang memasarkan sarang laba-laba itu.
Saya juga tidak mampu mewawancari Ryantori dari atas makamnya.
Saya juga tidak sampai hati membebani pertanyaan-pertanyaan berat untuk Kris yang lagi sakit.
Untuk konstruksi tiang pasak ini Ryantori mematenkan penemuannya itu di luar sarang laba-laba.
Apakah itu boleh?
Apakah itu tidak ''berkhianat'' dengan sarang laba-laba?
Ryantori selalu berargumentasi begini: semula ada orang menemukan sedotan. Yang untuk menyedot minuman dari gelas atau botol itu. Berikutnya ada orang menemukan pembelok sedotan. Agar gelas atau botolnya tidak perlu dimiringkan. Apakah penemu belokan itu dilarang menggunakan sedotan?
Saya tidak ahli hak paten. Silakan saja siapa pun berpendapat.
Tapi pihak Kris merasa paten tiang pasak itu seharusnya menjadi satu dengan sarang laba-laba.
Dalam praktik di lapangan kian banyak proyek yang menggunakan konstruksi tiang pasak itu. Tentu digabungkan dengan sarang laba-laba.
Setiap ada proyek yang menggunakan konstruksi itu, menurut Hadi, pihak Kris selalu mengancam akan memperkarakan.
Akhirnya banyak yang takut menggunakan teknologi itu. Maka pihak Ryantori mengadu ke polisi. Kris sebagai tersangka. Perkara ini berujung pada SP3 untuk Kris.
Ryantori juga menggugat perdata. Ia percayakan gugatannya itu pada pengacara di Jakarta. Ternyata, kata Puguh, pengacara itu tidak pernah menghadiri sidang. Tanpa memberi tahu pihak Ryantori. Di perdata ini si ilmuwan kalah.
Tapi Hadi, Puguh, dan Ryantori terus memasarkan konstruksi tiang pasak itu. Ketika mendapat proyek di RSUD Sidoarjo, Jatim, Ryantori jadi tersangka. Di Mabes Polri. Sekaligus untuk beberapa proyek: Polda Riau, RSUD Gorontalo, dan RSUD Sidoarjo.
Perkara itu ditangani oleh pengadilan Sidoarjo. Sampai sebelum Ryantori meninggal sidangnya baru sampai tahap pemeriksaan saksi. Yakni dari pihak Kris. Para saksi mengakui semua itu temuan Ryantori. Tapi haknya sudah ada di perusahaan Kris.
Ryantori sendiri sempat heran mengapa hak paten itu bisa atas nama perusahaan Kris. Bukan atas nama Ryantori dan Soetjipto. Padahal, dulu itu, Ryantori-Soetjipto hanya minta kepada karyawannya yang bernama Kris untuk menguruskan hak paten.
Menurut dokumen di sidang pengadilan itu, Kris memang bukan yang mengadukan Ryantori ke polisi.
Yang mengadukan adalah Yudhi Prabhawa.
Ia adalah komisaris di perusahaan Kris itu.
KOMENTAR ANDA