Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

Di dalam rumah itulah mereka membunuh istri korban. Lalu merampok. Ternyata masih ada anak kecil di rumah itu. Seorang gadis kecil. Sekalian saja dibunuh.

Fa dan Lao pindah kota lagi.

Mereka mencari mangsa lagi. Dengan cara yang sama. Total sampai 7 orang yang mereka bunuh.

Belum lagi yang diperas tanpa perlu dibunuh.

Di hari lain mereka kena batunya. Yakni saat di kota Hefei, kota terbesar di provinsi Anhui.

Mereka berhasil mendapat mangsa. Korban disekap di kamar apartemen sewaan. Fa lantas menghubungi istri korban. Minta tebusan untuk sang suami.

Si istri menyanggupi menyerahkan uang 10.000 yuan. Sekitar Rp 20 juta. Maka Fa datang ke rumah korban.

Si istri rupanya sudah mengontak polisi.

Fa pun disergap saat mengambil uang tebusan itu. Terjadilah drama tembak-menembak di lokasi itu.

Fa berhasil diringkus. Tahun itu juga pengadilan menjatuhkan hukuman mati untuk Fa. Hanya dalam hitungan hari Fa sudah dieksekusi.

Tapi Fa berhasil melindungi Lao. Fa tidak mau menyebut di mana tinggal. Termasuk di mana lokasi penyekapan.

Ia tahu bahwa ia toh akan dihukum mati. Mengakui siapa temannya membunuh pun tidak akan membuat hukumannya lebih ringan.

Saat itulah Lao lari. Meninggalkan korban yang disekap di apartemen itu. Beberapa hari kemudian barulah polisi menemukan lokasi itu: dari laporan penduduk. Yakni karena ada bau busuk keluar dari kamar itu.

Mungkin korban mati karena dibunuh. Mungkin juga karena diikat. Tidak ada yang tahu ada sandera di situ.

Di pengadilan Senin lalu Lao mengaku berada di bawah tekanan suami. Kalau menolak perintah suami dia akan dibunuh. Bahkan juga  keluarganya. "Saya sering dipukul, dicekik dan dimaki-maki. Juga diancam," ujar Lao kepada hakim.

Lao pun minta maaf kepada semua keluarga korban. Dia mengaku tidak berniat membunuh. Dia merasa ditipu oleh suami.

Lao diadili di kota Nanchang, ibu kota provinsi Jiangxi –kota tempat saya dulu belajar bahasa Mandarin.

Itu karena Lao berasal dari provinsi itu.

Salah satu keluarga korban memberikan kesaksian. "Keluarga kami hancur setelah pembunuhan itu," ujar janda korban. Sebagaimana disiarkan di media di Nanchang. "Ibu mertua kami menangis sampai buta. Tiga anak kami putus sekolah," katanya.

Bagaimana dengan anak Fa bersama Lao? “Kami tidak punya anak. Fa tidak boleh saya punya anak. Saya empat kali aborsi," katanya pada polisi.

Lao sendiri mungkin tidak menyangka otak buatan yang ditaruh di kamera-kamera di jalanan berhasil mengungkapkan pembunuhan 20 tahun lalu.

Tentu Lao tidak tahu kalau kamera itu bisa mendeteksi 80 titik unik di wajah seseorang. Yakni titik-titik di sekitar mata, hidung, pipi, dan mulut. Yang tidak semuanya bisa berubah saat operasi kecantikan.

Dari 80 titik unik itu tentu masih ada yang sama dan tidak berubah. Tapi tetap saja AI ini mengagumkan. Kok tetap bisa mendeteksi biarpun foto gadis 21 tahun itu sudah menjadi wanita berumur 46 tahun.

Kemajuan teknologi di sana memang mencengangkan. Dalam Repelita ke-13, tahun ini, Tiongkok punya program Sky Net Project. Atau juga disebut Sharp Eye Project.

Di akhir Repelita 13 itu, tahun depan, sudah akan terpasang 626 juta kamera di tempat umum di seluruh Tiongkok.




Ji Chang-wook Gelar Fansign di Jakarta 12 Mei Mendatang, Siap Suguhkan Pengalaman Istimewa bagi Para Penggemar

Sebelumnya

Cerita Pengalaman Vloger asal China Menginap di Hotel Super Murah Hemat Bajet

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Disway