Di proses uji coba GeNose itu sudah di cross-check ke sistem PCR. Mereka yang negatif di GeNose juga negatif di PCR. Demikian juga sebaliknya. Dengan presentase kesamaan 92 persen lebih.
Penemuan Prof Kuwat ini akan menyelesaikan banyak hal. Bayangkan, 5 menit selesai. Bayangkan, biayanya hanya Rp 35.000-an. Begitu murah dibanding PCR yang ratusan ribu rupiah itu.
Pun setelah vaksinasi nanti. Tetap bermanfaat besar. Untuk terminal-terminal bus, stasiun KA, pelabuhan dan terutama di bandara.
Itu bisa ikut mengatasi ancaman gelombang kedua Covid-19, kalau ada. Sekarang ini terlalu banyak penularan dari orang yang merasa sehat. Padahal orang itu mungkin saja kena Covid. Hanya tidak merasa. Tapi tetap bisa menularkan.
Itulah problem di mana-mana di dunia sekarang ini. Termasuk di Tiongkok. Orang seperti tanpa Covid menularkan Covid.
Temuan Prof Kuwat bisa ikut mengatasinya. Justru karena praktis, murah, dan kecepatannya.
Kok namanya GeNose?
"Dulunya saya beri nama e-Nose. Electronic-Nose. Waktu masih untuk TBC, belum untuk Covid-19," ujar Prof Kuwat. "Tambahan G itu karena ini Gadjah Mada," katanya.
Tapi seberapa kuat Prof Kuwat?
"Ayah saya petani. Awalnya beliau memberi nama saya Riyono saja," ujar Prof Kuwat.
Lalu, waktu SD sering berkelahi. Selalu menang. Riyono dianggap kuat sekali. Maka ketika lulus SD, di ijazahnya tertulis nama: Kuwat Triyana (baca: Triyono).
Zaman itu di desa seperti itu. Terutama kalau ada beberapa murid dengan nama sama.
Ternyata Kuwat memang kuat.
Saya yang justru masih tetap di RS. Belum juga negatif Covid, setelah 9 hari opname.
Fisikawan seperti Prof Kuwat dan dokter anak seperti Dian telah mencatatkan karya kebanggaan nasional.
KOMENTAR ANDA