Dahlan Iskan/Net
Dahlan Iskan/Net
KOMENTAR

HARI itu sudah lima hari saya digelontor obat Covid. Lalu diswab: pasif positif

Saya sudah siap mental. Saya kan memang residivis. Tidak mudah menyembuhkannya dari Covid.

Seandainya bukan residivis gelontoran anti-Covid itu bisa diteruskan. Sampai berhasil.

Tapi itu tidak mungkin dilakukan pada saya. Liver saya bisa ''kalah''. Tanda-tandanya sudah muncul. Fungsi hati saya mulai terancam: SGOT/SGPT naik drastis. Mula-mula menjadi 100/97. Dua hari kemudian 160/87.

Darah saya juga mengental. Yang bisa berkembang menjadi mencendol. Yang bisa membuat masalah di organ lain. Itu juga pertimbangan tersendiri.

Sisi baiknya: creatinine saya justru lebih bagus. Yang dulunya di atas normal justru menjadi normal. Dan penanda radang juga membaik. CRP saya 3.10.

Berarti tidak terjadi peradangan. Apalagi hasil pemeriksaan jantung juga sangat baik. Hasil CT Scan paru-paru juga bersih.

Tentang bahaya darah mencendol sudah saya tulis di Disway beberapa waktu itu. Angkanya masih belum dalam level yang sangat bahaya. Masih sekitar 2.000.

Sedang naiknya SGOT/SGPT bisa terkait dengan transplantasi hati yang saya alami 15 tahun lalu.

Justru itu yang harus dijaga: jangan sampai terjadi kegagalan transplan. Yakni hati yang sudah 15 tahun ''mengabdi'' di tubuh saya itu jangan sampai tiba-tiba ditolak oleh sistem tubuh.

Tanda-tanda awalnya sudah muncul. Level tacrolimus saya naik dari 2 menjadi 3,5. Itu masih normal. Tapi sudah lima tahun terakhir level itu selalu di angka 2. Kok tiba-tiba naik.

Dua hari kemudian level tacrolimus itu naik lagi. Menjadi 4,4. Masih normal tapi mengapa naik terus.

Lalu apa yang harus dilakukan Terutama kalau dua hari kemudian naik lagi menjadi di atas 5. Yang berarti melebihi batas. Yang juga bisa diartikan mengarah ke rejection ke kegagalan transplan.

Saya ikut saja keputusan tim dokter. Dokter Hanny Handoko, ketua tim, senior sekali. Pun sudah punya banyak pengalaman. Termasuk menangani pasien transplant ginjal yang terkena Covid. Sudah dua pasien yang sembuh.

Dokter Hanny juga sudah berpengalaman menangani pasien Covid yang juga penderita auto-imun. Tidak hanya satu orang.

Itu kasus-kasus sulit di masa Covid-19.

Dokter jantung di tim ini juga senior: Jeffrey Daniel Adipranoto. Ia dokter lulusan Unair yang meneruskan sekolah ke Belanda. Ia ulang lagi kuliah kedokteran di Amsterdam. Lalu mengambil spesialis jantung di Leiden. Hampir 10 tahun Jefrey di Belanda.

Dokter ahli penyakit dalamnya juga senior. Dokter liver saya sejak sebelum transplan: dr Purnomo Budi.

Melihat angka tacrolimus yang naik terus itu dr Purnomo Budi membuat keputusan: obat immunosuppression dihentikan dulu. Satu hari saja. Itulah obat penurun imunitas. Yang harus saya minum setiap hari. Seumur hidup. Agar imun saya turun. Agar hati baru saya tidak ditolak sistem tubuh saya.

Apakah keputusan itu benar?

Tentu saya mengirim hasil pemeriksaan saya ke Singapura. Juga ke Tianjin. Yakni ke RS yang melakukan transplan dulu.

Saran dari sana ternyata sama: hentikan dulu minum immunosuppression.

Pendapat dari Tianjin dan Singapura itu tidak saya teruskan ke tim dokter di RS Premier Surabaya. Toh keputusan mereka juga sama. Bahkan sudah dikerjakan.

Saya harus menunggu dua hari lagi untuk melihat hasilnya. Ternyata bagus. Level tacrolimus bisa kembali ke 2.

SGOT/SGPT juga mulai turun lagi. Memang belum kembali normal tapi terus mengarah ke sana.




Ji Chang-wook Gelar Fansign di Jakarta 12 Mei Mendatang, Siap Suguhkan Pengalaman Istimewa bagi Para Penggemar

Sebelumnya

Cerita Pengalaman Vloger asal China Menginap di Hotel Super Murah Hemat Bajet

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Disway