PARA ilmuwan sedang mencari cara memanfaatkan teknologi messenger RNA (mRNA) yang digunakan dalam vaksin Covid-19 untuk membantu memerangi kanker. Teknologi mRNA tersebut dipakai dalam vaksin Covid-19 produksi Moderna dan Pfizer.
Para ahli mengatakan mRNA dapat merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali sel kanker dan menyerangnya. Dengan banyaknya jenis kanker, akan lebih efisien bila setiap vaksin bersifat ‘serbaguna’.
“Sel kanker membuat protein yang dapat ditargetkan oleh vaksin mRNA. Kemajuan dalam hal ini bisa dimanfaatkan untuk mengobati melanoma,” jelas Kepala Staf Pusat Perawatan Kanker Amerika, dr. Jeffrey A. Metts, kepada Healthline (17/02/2021).
Bagaimanapun, pengobatan kanker berbeda dari pencegahan kanker. Kesadaran, deteksi dini, dan pemberian vaksin HPV yang terus meningkat dalam satu dasawarsa terakhir memperlihatkan turunnya angka kanker serviks. Vaksin menunjukkan pencegahan 80 – 90 persen kanker serviks yang berarti sangat efektif. Tapi tidak untuk mengobati. Vaksin untuk kanker, bagaimana pun juga, mengaburkan batas antara pencegahan dan pengobatan.
Inokulasi (memasukan virus atau vaksin ke dalam tubuh) tradisional seperti pada vaksin Covid-19 memperkuat sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menyerang sel virus.
Vaksin kanker pun bekerja dengan cara yang sama; mengajarkan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali sel kanker baik untuk mencegah kanker menjalar kembali atau secara aktif mencari dan menghancurkan tumor dalam tubuh sebagai bagian imunoterapi.
Salah satu alasan hal tersebut berhasil adalah karena mRNA adalah teknologi yang fleksibel. “mRNA dapat dikodekan dengan protein apa pun yang ada. Kita bisa mengirim mRNA ke dalam sel tumor agar tumor dapat menampilkan protein yang memberi sinyal pada sistem imun untuk menyerang sel tumor sebagai patogen asing yang harus disingkirkan,” jelas Jacob Becraft, PhD, Co-founder & CEO Strand Therapeutics, perusahaan di bidang pengembangan mRNA dan biologi sintetis.
Jacob menambahkan bahwa kita juga bisa mengirim mRNA ke dalam sel imun, mempersenjatai mereka dengan sensor canggih untuk mendeteksi tumor. Hal itu sangat efektif untuk mengajarkan sistem imun bagaimana membunuh sel-sel tumor.
Terapi yang ada saat ini memaksa kita menciptakan protein sintetis di laboratorium yang akan membunuh tumor atau mengaktifkan sistem imun untuk melawan tumor. Dengan mRNA, kita dapat memberi kode protein mana pun dengan molekul mRNA yang sama. Dengan begitu, sel tumor akan menciptakan ‘pengobatan mandiri’ langsung di dalam tumor tersebut.
Riset Terkini
Salah satu tantangan penggunaan mRNA dalam pengobatan kanker adalah mRNA tidak bisa bertahan lama dalam tubuh sebelum kondisinya memburuk. Pengembangan teknologi untuk mengubah hal itu menjadi subjek penelitian baru yang dipublikasikan dalam jurnal Nano Letters milik American Chemical Society.
Para peneliti China telah mengembangkan dan menguji hidrogel baru yang mengandung sekaligus menstabilkan mRNA, memungkinkan pelepasan lebih lambat mRNA dan adjuvan (tambahan dalam vaksin yang digunakan untuk meningkatkan respons imun). Kondisi tersebut memberi waktu pengobatan berlangsung hingga 30 hari.
Dalam penelitian tersebut, para peneliti melaporkan bahwa tikus dengan melanoma yang diberi pengobatan menggunakan vaksin mRNA memperlihatkan pengurangan ukuran tumor dan pengurangan metastasis (penyebaran sel kanker yang meluas).
Jika berbagai percobaan selanjutnya sukses, hal ini menjadi satu kemajuan yang menjanjikan dalam pengobatan kanker pada manusia.
Teknologi serupa dipakai di Strand Therapeutics. Jacob menjelaskan bahwa pengobatan kanker berbasis mRNA di perusahaannya fokus pada teknologi replika diri yang menyebabkan tumor dapat melakukan ‘pengobatan mandiri’ tersebut lebih lama, yaitu selama berminggu-minggu.
Hal itu memungkinkan efikasi terapi yang lebih baik, yang artinya akan makin sedikit suntikan untuk pasien dan makin membaiknya kualitas hidup pasien kanker.
Menanti Masa Depan
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: apakah kita bisa memiliki masa depan dengan kanker yang bisa disembuhkan melalui vaksin mRNA, atau setidaknya agar lebih mudah diobati? Jawaban optimisnya adalah “ya, bisa saja”.
Meski saat ini terlalu dini untuk memastikan, setidaknya ada pengembangan pengobatan baru yang menjanjikan. Namun dr. Jeffrey mengingatkan untuk berhati-hati. “Meskipun vaksin mRNA menggunakan teknologi yang sama dengan pengobatan kanker yang telah ditargetkan seperti imunoterapi, kanker dan penyakit infeksi adalah dua hal yang tidak sama.”
dr. Jeffrey menjelaskan bahwa kanker bersifat kompleks karena memiliki DNA pasien dan selalu bermutasi. Karena itu penting untuk memahami bahwa ada banyak kanker dan tidak ada dua kanker yang persis sama.
Kita harus terus-menerus memonitor hasil penelitian laboratorium baik yang sudah ada sekarang maupun yang akan datang. Kita juga harus konsisten memonitor hasil riset klinis untuk lebih mengerti potensi mRNA untuk digunakan dalam perlindungan menghadapi kanker atau dalam pengobatan.
Pengobatan mRNA cenderung pada dua vaksin. Vaksin pertama menyasar ekspresi kanker tertentu sedangkan vaksin kedua akan menjadi obat personal yang menggunakan sel pasien sendiri untuk menyasar pengobatan pada sel kanker.
Menurut dr. Jeffrey, masyarakat saat ini akrab dengan istilah seperti RNA, DNA, dan vaksin. Mereka dengan mudah berpikir bahwa keberhasilan pengobatan satu kelompok penyakit jika dibandingkan dengan teknologi yang sama, maka akan sama berhasilnya untuk mengobati kelompok penyakit lain. Padahal itu masih problematik.
“Para ilmuwan dan komunitas medis masih dalam posisi memperhatikan data, belajar, dan terus mengembangkan. Ya, mRNA berpotensi menciptakan vaksin baru yang bisa melawan bermacam virus dan penyakit,” pungkasnya.
KOMENTAR ANDA