Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

AMATLAH disayangkan apabila kisah muslimah sekaliber Laila binti Abi Hatsmah terlewatkan begitu saja, hanya karena dirinya jarang diperbincangkan publik. Siapa sangka, selain ikut menjadi tulang punggung perjuangan Islam, pada dirinya juga terdapat berbagai kemuliaan yang inspiratif.

Kalau ingin mengetahui ketangguhan perempuan Islam, maka Laila binti Abi Hatsmah adalah salah satu referensi yang akan menggugah hati. Dirinya termasuk generasi awal yang menjadi memeluk Islam, dan dengan segera berbagai penyiksaan dan kekejaman dari pihak musyrikin Quraisy dipikul oleh dirinya dan keluarganya.

Namun tidak surut sedikit pun keyakinan tauhid di hatinya. Siksaan pedih tak berhasil membuat Laila berpaling dari iman.

Kemudian datanglah perintah berhijrah ke Habasyah (Ethiopia) demi menyelamatkan jiwa dan agama. Rombongan pertama itu dipimpin oleh Usman bin Affan, terdiri dari dua belas pria dan empat orang wanita, yang salah satunya adalah Laila binti Abi Hatsamah. Dirinya akan menyertai rombongan muslimin berhijrah menyeberangi lautan menuju bumi Afrika.

Sudah banyak pembahasan mengenai perkara hijrah, tetapi jangan pernah abaikan suatu episode menarik tatkala Laila binti Abi Hatsamah memperlihatkan betapa menakjubkannya seseorang yang melihat dengan cahaya Allah.

Saat itu Umar bin Khattab belumlah menjadi muslim, bahkan dirinya menjadi salah satu aktor pelaku penyiksaan terhadap kaum muslimin. Dirinya pula yang mengincar keselamatan nyawa Nabi Muhammad.

Sosoknya amatlah menakutkan, kekejamannya membuat ngeri siapapun. Dan saat hendak berhijrah itulah Laila justru berjumpa dengan Umar. Apa yang terjadi? Apakah Laila gentar?

Ketika orang-orang melihat Umar dengan ketakutan, kecemasan, kegeraman, dan sebagainya, Laila malah melihatnya dengan cahaya Ilahi. Ahmad Kalil Jam’ah dalam buku Nisa Min Ashri An-Nubuwwah menceritakannya dengan manis:

Amir bin Rabi’ah tengah pergi menyiapkan keperluan hijrah ke Habasyah. Ketika suaminya sedang tidak ada itulah, Laila berjumpa dengan Umar bin Khattab. Laila mengenang, “Dia masih dalam kemusyrikan. Ia seorang yang keras dan kejam terhadap keislaman. Kami menerima berbagai siksaan darinya.”

Tatkala Laila tanpa perlindungan suami itulah Umar bertanya, “Mau berangkat kemana?”

Laila berkata, “Demi Allah, kami akan pergi ke suatu bumi dari bumi Allah sehingga kami tidak disiksa ketika beribadah kepada Allah. Engkau selalu menyiksa dan menekan kami. Semoga Allah memberi kami jalan keluar.”

Laila tidak menyembunyian rencana hijrahnya. Ia pun tidak menunjukkan kegentaran sedikitpun, meski berhadapan dengan pria yang kejam, sedangkan dirinya tanpa perlindungan suami. Bahkan Laila menerangkan panjang lebar dengan rangkaian kalimat yang menembus kalbu.

Dengan cahaya iman yang dimilikinya, Laila dapat menangkap suasana hati dari Umar bin Khattab. Dia tahu kalimat-kalimat kebenaran telah merasuk hingga ke sukma.

Laila mengenangnya, “Aku melihat padanya sedikit kelembutan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Ia pulang dengan kesedihan karena menyaksikan keberangkatan kami. Ia tidak melakukan kejahatan apapun dengan kepergian kami.”

Kemudian datanglah suaminya, Amir bin Rabi’ah dengan beberapa kebutuhan berhijrah. Sebetulnya ayah dari Umar bin Khattab menjadikan Amir bin Rabi’ah sebagai anak angkatnya. Sekalipun punya hubungan saudara angkat, tetapi perlakuan Umar amat kejam disebabkan keislamannya.

Laila menceritakan kejadian yang menimpanya, dan berkata, “Apakah engkau tadi tidak melihat Umar dengan kasih sayang dan kesedihannya kepada kita.”

Suaminya bertanya, “Apakah engkau menginginkan dia masuk Islam?”

“Ya,” sahut Laila jelas.

Dengan nada pesimis Amir bin Rabi’ah berkata, “Orang yang engkau lihat itu tidak akan masuk Islam hingga keledai Al-Khattab masuk Islam.”  

Siapapun orang di masa itu sulit membayangkan Umar masuk Islam, mengingat kekejamannya terhadap kaum muslimin. Lain halnya Laila yang melihat lubuk hati Umar dengan cahaya Tuhan, dia malah mengharapkan keislaman bagi Umar bin Khattab. Harapan Laila selaras dengan Nabi Muhammad, yang juga berdoa agar Umar masuk Islam.

Kemudian Allah pun membuktikan doa kebenaran Laila dimana secara mengejutkan Umar bin Khattab pun menjadi muslim. Dari yang sebelumnya penyiksa umat Islam, menjadi pembela yang gagah berani. Bahkan ketika dirinya menjabat khalifah, Umar berhasil menjadikan negara Islam sebagai adikuasa atau yang terbesar dan terkuat di dunia.    

Coba bayangkan kalau Laila tidak mampu melihat kalbu Umar dengan cahaya Ilahi? Barangkali optimisme terhadap Umar tidak terbangun. Doa Laila untuk keislaman Umar bukan sekadar rangkaian kata, melainkan berlandaskan penglihatannya dari cahaya Tuhan.

Meskipun dirinya bukanlah seorang nabi, akan tetapi Laila mampu melihat dengan cahaya Allah, karena iman yang terus diasahnya. Dia melihat kekejaman Umar berangkat dari fanatisme kearabannya, dan kepentingannya menjaga stabilitas Mekkah serta terpengaruh hasutan para dedengkot musyrikin Quraisy. Akan tetapi nun jauh di lubuk hatinya, tersimpan potensi utama yang siap menerima hidayah.

Kemampuan melihat dengan cahaya Allah ini bukan hanya milik Laila semata, siapapun dapat memiliki penglihatan istimewa ini, asalkan dirinya mengasah kualitas imannya.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur