PATAH hati alias hati yang luka bukan hanya soal berantakan atau bubarnya sebuah hubungan. Patah hati juga bisa terjadi ketika kita kehilangan orang yang sangat kita sayangi untuk selama-lamanya.
Terlebih di masa pandemi, kabar duka menjadi salah satu 'warna' yang menghiasi kehidupan kita.
Banyak anggota keluarga dan sahabat yang meninggal karena terinfeksi Covid-19. Banyak yang mengalami masa berat saat terinfeksi dan masih terus berjuang untuk bisa kembali pulih.
Bukan hanya soal terinfeksi, pandemi Covid-19 juga menjadi pandemi rumah tangga bagi banyak orang. Tidak kuat menghadapi kesulitan demi kesulitan yang datang selama pandemi, banyak pasangan berpisah. Pandemi yang sejatinya bisa menjadi perekat hubungan suami istri, justru menjadi momen untuk hancurnya hati.
Psikolog Irma Gustiana dalam laman Instagram @ayankirma menulis tahapan-tahapan berduka yang harus kita lalui sebelum bisa bangkit dan melanjutkan hidup.
Menurut psikolog yang akrab disapa Mbak Ayank itu, fase kehilangan maupun perpisahan dan perceraian bukanlah hal yang mudah untuk dilalui dan tidak semua orang memiliki ketahanan diri yang sama untuk melalui satu demi satu tahapan tersebut.
Karena itulah, ada orang yang cepat move on dari kesedihan sementara banyak pula yang butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa menerima peristiwa traumatik dalam hidup mereka.
Masa berduka adalah sebuah rangkaian kondisi psikologis yang memang harus dilalui setelah kita kehilangan. Jangan membohongi diri dengan terus memaksa diri mengatakan "everything is okay" karena "it's okay not to be okay" adalah pintu untuk melewati masa duka kita.
#1 Shock
Sebelum masuk ke 5 Stages of Grief model Kuber Ross, ada satu kondisi awal yang pasti kita hadapi yaitu shock. Pada fase ini, kita mencoba memahami apa yang terjadi dan sangat membutuhkan jawaban.
#2 Penyangkalan (denial)
Kita tidak bisa mempercayai bahwa perpisahan benar-benar terjadi dan mencoba menyangkal untuk menghindari rasa sakit hati. Kita masih merasa orang yang kita sayangi masih berada di samping kita.
#3 Marah (anger)
Kita marah menghadapi perpisahan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Bahkan tak jarang, banyak di antara kita yang menggugat takdir Tuhan. Emosi yang sangat menggebu ini tak jarang membuat kita amat sulit menjalani realitas dan kerap bergesekan dengan orang-orang di sekitar kita, yang sebenarnya sangat peduli terhadap kondisi kita.
#4 Tawar-Menarik (bargaining)
Pada tahap ini, ada banyak kemungkinan yang kita ingin jalani. Ketika kita dihadapkan pada perpisahan, kita mulai memikirkan cara untuk memenangkannya kembali. Entah apakah kita ingin mengubah hal yang tidak disukainya dari diri kita atau membuatnya cemburu demi 'menarik'nya kembali ke pangkuan kita.
Atau ketika kita ditinggalkan orang tercinta untuk selamanya, kita masih belum bisa menanggalkan rasa penyesalan yang timbul dengan pemikiran kita masih bisa menyelamatkannya.
#5 Depresi (depression)
Kehilangan yang disertai rasa bersalah dan menyesal dapat membuat sedih, marah, bahkan depresi. Kenyataan meruntuhkan segalanya. Kita terpuruk dan merasa sebagai orang yang paling malang dan tidak punya apa-apa. Kita merasa lemah dan tidak berdaya.
#6 Menerima (acceptance)
Pada fase inilah kit mulai menyadari apa yang terjadi dan menilai dengan objektif penyebab kehilangan itu. Seiring waktu, kita mulai tidak mempermasalahkannya lagi. Kita menyadari bahwa sudah ada banyak upaya untuk mencegah hal buruk itu terjadi. Tapi sebagai manusia, takdir Tuhan adalah sesuatu penuh hikmah yang harus kita terima dengan ikhlas.
Ketika kita sudah bisa melalui 6 tahapan tersebut, pikiran dan hati kita sudah mulai menyatu kembali dan menguat. Kita mulai mampu berpikir tentang hari esok. Dan bersyukur bahwa kita masih diberi kesempatan untuk hidup dan bahagia dengan segala nikmat yang masih kita miliki.
KOMENTAR ANDA