Pertama, rasa empati terhadap kalangan fakir miskin. Mereka yang tidak perlu menunggu Ramadhan untuk mengetahui perihnya lapar dahaga.
Kedua, lapar ternyata menyalakan semangat solidaritas sosial. Telah datang masanya makanan dan minuman di rumah dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Karena lapar itu mengajari kita tentang cinta terhadap sesama.
Ketiga, lapar itu tidaklah buruk-buruk amat, bahkan lapar dalam berpuasa itu mendatangkan rahmat. Karena lapar ini lebih mencerahkan pemikiran, meringankan tubuh, menggairahkan hidup, dan menjernihkan hati. Berbeda dengan kondisi kekenyangan yang melemahkan tubuh, meredupkan semangat, meletihkan badan dan membuntukan pemikiran.
Dari itu pula Rasulullah tidak pernah mengenyangkan perut mulianya. Nabi Muhammad bersabda, “Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan sepertiga makanan, dan dengan sepertiga minuman, dan sepertiga yang lain untuk bernapas.” (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).
KOMENTAR ANDA