Foto: Occupied Palestine
Foto: Occupied Palestine
KOMENTAR

BANYAK orangtua menjawab singkat saat ditanya tentang perasaan kehilangan anak-anak mereka, "Itu adalah kehendak Tuhan."

Selama 11 hari pertempuran di bulan Mei antara Israel dan Hamas, setidaknya 67 anak di bawah usia 18 tewas di Gaza dan 2 di Israel, menurut laporan awal. Usia mereka beragam, mulai 6 bulan hingga 17 tahun. Para orangtua mengatakan anak-anak mereka bercita-cita menjadi dokter, pemimpin, juga artis.

Hampir semua anak yang terbunuh adalah orang Palestina. Gaza merupakan wilayah yang padat dan populasinya cenderung muda. Sekitar setengahnya berusia di bawah 18 tahun. Maka ketika pesawat tempur Israel menghantam rumah dan lingkungan permukiman, jumlah anak yang berisiko menjadi korban sangat luar biasa. Terkadang hampir satu keluarga meninggal dalam satu ledakan.

Israel menyalahkan Hamas atas tingginya jumlah korban tewas sipil di Gaza karena kelompok itu menembakkan roket dan melakukan operasi militer dari wilayah sipil. Sementara kritikus Israel menyebut jumlah korban tewas sebagai bukti bahwa serangan Israel tidak pandang bulu dan tidak proporsional.

Anak-anak adalah yang paling rentan. Di Gaza, mereka tumbuh di tengah kemiskinan yang meluas dan tingkat pengangguran yang tinggi. Mereka tidak dapat dengan bebas bepergian ke dalam atau ke luar wilayah karena blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir. Mereka juga hidup di bawah ancaman perang yang tiada henti.

Rata-rata anak berusia 15 tahun akan hidup melalui empat serangan besar Israel. Hampir semua orang di Gaza mengenal seseorang yang terbunuh dalam pertempuran.

Ola Abu Hasaballah, psikolog anak di Gaza, mengatakan bahwa ketika seseorang memikirkan tentang anak-anak yang meninggal, maka ia juga memikirkan tentang anak-anak yang selamat, anak-anak yang ditarik keluar dari reruntuhan dan kehilangan anggota tubuh, atau anak-anak yang akan pergi ke sekolah dan melihat teman mereka hilang.

Meskipun sebagian besar anak adalah orang Palestina yang terbunuh oleh serangan udara Israel, ada pengecualian.

Setidaknya dua dari anak-anak yang terbunuh di Gaza - Baraa al-Gharabli dan Mustafa Obaid - mungkin telah terbunuh ketika militan Palestina menembakkan roket ke Israel yang gagal, menurut penyelidikan awal oleh Defense for Children International-Palestine.

Dan salah satu anak yang terbunuh di Israel, Nadine Awad (16), adalah orang Palestina.  “Roket tidak membedakan antara orang Arab dan Yahudi,” kata Ismail Arafat, paman Nadine.

Di desa Arab Dahmash di Israel tengah, ketika sirene meraung sekitar jam 3 pagi pada 12 Mei, Nadine Awad, 16 tahun, dan ayahnya berlari keluar untuk berlindung. Tapi sebuah roket yang ditembakkan oleh militan di Gaza menghantam tanah di samping rumah mereka, menewaskan mereka berdua.  

Dia sangat dekat dengan ayahnya, kata Ismail, dan akan mengikutinya kemana-mana.  “Bagian yang menyedihkan adalah dia mengikutinya keluar saat sirene meraung,” katanya, “dan sekarang dia telah mengikutinya ke alam baka.”

Kisah tak kalah pilu tentang 67 anak korban serangan Israel menjadi sejarah kelam Gaza.
Di antara mereka ada 4 sepupu; Yazan al-Masri (2), Marwan al-Masri (6), Rahaf al-Masri (10), dan Ibrahim al-Masri (11) yang terbunuh di Beit Hanoun.

Pada 12 Mei, Hamada al-Emour (13) pergi bersama sepupunya, Ammar al-Emour (10), untuk memotong rambut di tempat pangkas rambut - sebuah tradisi di antara banyak orang Palestina sebelum festival yang mengikuti akhir Ramadhan.  

Mereka hampir kembali ke rumah di Khan Younis ketika serangan udara Israel menewaskan mereka berdua, kata Atiya al-Emour, ayah Hamada, yang mengatakan dia menyaksikan kematian putranya.

Lain lagi kisah Mahmoud Tolbeh (12). Murid yang luar biasa, kata ayahnya, Hamed Tolbeh. Mahmoud menyukai sains dan bermimpi menjadi insinyur mesin. Dia membantu di sekitar rumah, membuat telur dan sandwich untuk saudara-saudaranya, teh dan kopi untuk tamu, membersihkan rumah, juga mengambil bahan makanan. Keluarga bisa mengandalkannya untuk apa pun.  

Pada malam terakhir Ramadhan, dia pergi membantu sepupunya di toko pangkas rambut. Mahmoud berada beberapa langkah dari pintu masuk toko, kata ayahnya, ketika pecahan peluru dari serangan udara Israel mengenai kepala dan lehernya. Dia meninggal dua hari kemudian. Mahmoud dikubur bersama masa depan cerahnya.

Roket Israel juga menewaskan 3 bersaudara bersama ibu mereka. Muhammad Zain al-Attar (9 bulan), Amira al-Attar (6), dan Islam al-Attar (8), ketiganya terperangkap saat bangunan apartemen 3 lantai yang mereka tempati runtuh akibat serangan yang mengenai lantai dasar. Hanya sang ayah, Muhammad al-Attar, yang selamat.

Itu hanya segelintir kisah menyedihkan yang terjadi pada anak-anak Gaza.

Militer Israel mengatakan bahwa dibutuhkan tindakan pencegahan yang ketat untuk mencegah kematian warga sipil. Mereka bersikeras sebagian besar pemboman ditujukan ke jaringan terowongan bawah tanah Hamas, fasilitas militer yang berjalan di bawah lingkungan sipil.  

Namun banyak orang di Gaza mengatakan bahwa jumlah warga sipil yang terbunuh membuktikan bahwa tindakan pencegahan apa pun yang mungkin diambil Israel tidak cukup.  "Orang-orang berpikir pasti ada alasannya," kata Raji Sourani, direktur Pusat Hak Asasi Manusia Palestina di Gaza, "tetapi intinya mereka ingin menimbulkan rasa sakit dan penderitaan."

Jumlah korban yang rendah di pihak Israel juga mencerminkan ketidakseimbangan dalam kemampuan pertahanan.

Hamas dan kelompok militan lainnya menembakkan lebih dari 4.000 roket ke kota-kota Israel, juga tanpa pandang bulu. Tetapi sebagian besar dicegat oleh sistem pertahanan udara Iron Dome Israel, yang menurut pejabat Israel, mampu menghentikan sekitar 90 persen roket. Ditambah lagi, banyak orang Israel memiliki safe room di rumah mereka.  

Di Gaza, kebanyakan orang tidak memiliki akses ke kamar atau tempat berlindung yang aman. Banyak orang berlindung di sekolah-sekolah milik PBB, tetapi mereka juga telah dibom. Itu semua memperkuat perasaan bahwa siapa pun bisa dibunuh di mana saja.  




Kementerian Komdigi Gandeng Platform Digital Gencarkan Program Makan Bergizi Gratis

Sebelumnya

Ramai Video Presiden Turki Walk Out Saat Presiden Prabowo Berpidato di KTT D-8, Ini Penjelasan Kementerian Luar Negeri RI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News