Apalagi setelah dia langsung japri ke WA saya. Dia malah menyarankan Masjid At Tabayyun yang pindah lokasi. Usulnya di lahan seluas 312 m2 di Blok D1, TVM. Sama dengan opsi para penggugat.
Lokasi itu memang dulu, 30 tahun lalu disediakan pengembang TVM, namun tidak pernah hingga terwujud hingga kini. Kalau mau pindah, kata Aseng, dia akan membiayai bangunan masjid termasuk membangun puskesmasnya.
"Kebetulan saya sudah lama kepengin membangun sarana agama, sosial, dan pendidikan Pak," tulisnya.
Saya membatin, Aseng mungkin tidak paham aturan membangun masjid. Belum menguasai duduk masalah sebenarnya. Aseng tidak menangkap diksi yang digunakan penggugat menunjuk lokasi masjid seluas 312 m2 di Blok D1 sangat negatif.
Diksi itu merendahkan. Itulah yang melukai perasaan warga Muslim, karena terasa mereka sangat menyepelekan kedudukan masjid.
Saya pun memberi tanggapan.
Pak Aseng, selamat pagi. Saya coba tanggapi pernyataan Pak Aseng di sini yah. Pertama, Zoom Meeting dua malam lalu itu, adalah forum diskusi warga TVM. Pertemuan antara warga TVM yang dipimpin Ketua RW Irjen Pol (Pur) DR. Burhanuddin Andi, bukan membahas soal masjid, tetapi membahas relokasi kantor RW. Urusan masjid sudah di ranah hukum. Dan, yakin akan dimenangkan oleh Panitia Masjid At Tabayyun.
Kedua, tidak relevan mengaitkan wacana relokasi kantor RW dengan apapun keputusan PTUN. Pembangunan masjid ranahnya lain lagi. Akan dibangun sesuai agenda yang sudah ditetapkan. Semua izin sudah dikantongi panitia dari berbagai instansi. SK Gubernur, serta izin-izin dari instansi terkait dengan pembangunan masjid. Begitu juga dengan rekomendasi dari FKUB baik Jakarta Barat maupun DKI. Sebenarnya, sepuluh warga yang menggugat itu juga sudah memanfatkan saluran sama: menyampaikan surat ke berbagai instansi untuk menyampaikan keberatan. Tapi tidak ada hasil alias gagal. Keberatan penggugat diabaikan oleh semua instansi itu.
Kenapa bisa begitu kami tidak tahu. Penggugat bisa tanyakan langsung ke instansi pemerintah dan FKUB. Itu kan bukti kuat mereka yang memaksakan kehendak. Bukan kami seperti dituduhkan Hartono, SH, kuasa hukum penggugat. Sudah ditolak di mana-mana, masih ngotot korek- korek segala dalil. Silahkan saja Hartono gugat juga seluruh instansi dimaksud.
Mengenai permintaan Hartono, SH kepada Majelis Hakim PTUN agar pembangunan masjid ditunda, sudah dijawab Pak Marah Sakti Siregar, Ketua Panitia Masjid.
Panitia Masjid punya peluang sama untuk meminta Majelis Hakim mengambil keputusan sebaliknya. Apalagi modalnya besar sekali, yaitu tadi: izin-izin dan rekomendasi FKUB Jakbar dan FKUB DKI. Ditambah persetujuan Kanwil Kementerian Agama DKI. Baru keluar ke marin sore. Belum lagi langkah Tim Hukum MUI Pusat, yang mendaftar juga sebagai Tergugat III (Intervensi) di PTUN. Tim Hukum MUI itu minimal akan jadi saksi ahli dalam persidangan. Sebagai otoritas tertinggi dalam urusan agama di negara ini, MUI akan dimintai pendapatnya sebagai ahli oleh Majelis Hakim PTUN.
Permintaan penundaan pembangunan masjid oleh Hartono lebih menggambarkan kepanikan yang bersangkutan karena kliennya kalah di banyak medan. Dia mencoba manuver dengan call tinggi. Itu dilakukan untuk menenangkan klien yang membayarnya. Sudah selon, kata orang Betawi. Itu semacam pertanggungjawabannya menerima upah.
Sebenarnya itu menentang sendiri sanggahan sebelumnya. Bahwa penggugat bukan menghalangi pembangunan masjid, tetapi menggugat alih fungsi RTH oleh Gubernur DKI. Permintaan Hartono merupakan bukti para penggugat memang beritikad buruk mau mengganjal pembangunan masjid yang merupakan tempat suci bagi umat Islam sedunia. Jadi pernyataan itu bisa menjadi bukti kuat secara hukum penggugat mengganggu peribadatan umat Islam di TVM.
Bagaimana sih Pak Aseng? Masak lupa Ramadhan lalu komplek ini hampir pecah gegara Hartono mensomasi Panitia Mesjid. Dia minta dalam waktu 3X24 jam, tenda yang dibangun untuk beribadah dibongkar. Untung saja ketua panitia masjid bisa meredakan massa. Mana Hartono sekarang? Tenda itu sudah tiga bulan berdiri. Dia lupa perbuatannya bisa menimbulkan akibat fatal yang semua warga harus pikul.
Pak Aseng, andaikatan Vihara atau Gereja, Puri, lebih dulu dapat izin pembangunan di situ, saya pastikan kami tidak akan menggugat. Kami tidak punya nyali seperti yang dimiliki warga penggugat. Agama dan kultur kami melarang, meski populasi kami mayoritas secara nasional. Juga sebenarnya di Meruya dan Jakarta Barat ini. Pak Aseng kan tahu sendiri gereja MKK yang berada di depan rumah saya. Tiap perayaan hari raya Nasrani, jemaahnya datangnya dari mana-mana. Mobilnya parkir mengular di depan rumah. Pernah dengar keberatan dari saya? Pak Aseng sendiri bukankah sering omong, lokasi TVM yang dihuni mayoritas non Muslim ini dikelulingi pemukiman warga muslim.
Sebagai kawan, saya ingatkan Pak Aseng jangan ikut menyuarakan penundaan pembangunan masjid kalau tak mau ikut dimasukkan dalam pengaduan turut serta menentang pembangunan masjid. Meskipun Pak Aseng pernah menandatangani persetujuan pembangunan masjid di kantor RW itu. Malah warga pertama.
Tidak Bebas Nilai
Pak Andi ketua RW kita juga lawyer. Pak Aseng kalau tidak salah juga punya law firm. Cobalah bertanya kepada Pak Andi dan lawyer di firma hukum Bapak. Niscaya jawabannya akan sama. Lawyer itu tidak bebas nilai. Dia dibatasi aturan hukum. Lawyer hanya boleh membela kebenaran yang dimiliki kliennya. Tidak bisa seenaknya mengarang-ngarang dalil untuk membela klien yang membayarnya.
Ancaman hukum pidana yang mengintai ketika lawyer tidak bisa membuktikan dalil-dalilnya di depan hakim. Apalagi dalil bohong dan fitnah. Tidak sedikit lawyer pernah masuk penjara gara-gara itu. Kalau tidak salah, menurut jejak digital yang sudah terkonfirmasi, Hartono SH pengacara 10 warga yang menjadi penggugat pernah hadapi konsekwensi itu.
Saat tidak bisa membuktikan dalilnya di depan hakim, maka dia harus menjalani vonis hakim satu tahun penjara. Sebagai warga TVM, dan kawan Pak Aseng, saya punya kewajiban mengingatkan sesama warga di komplek ini. Urusan lain dan masih menjadi hak sepenuhnya Pak Aseng kalau tak mau menuruti. Tapi setop bicara urusan masjid dengan saya. Salam.
Mau tahu tanggapan Pak Aseng?
"Ok Boss," tulisnya di WA sambil pasang emoji: mengangkat tangan dan mendekapkan jari-jari dua tangannya.
Terima kasih.
KOMENTAR ANDA