SINGAPURA seperti sengaja digunakan untuk mengejek kita. Terutama di saat Covid kita lagi menggila lagi. Singapura, kata media, akan menganggap Covid-19 sebagai flu biasa.
Yang terkena Covid-19 silakan mengatasinya sendiri-sendiri. Persis kalau Anda terkena flu. Beli obat sendiri ke toko obat. Lalu cukup meringkuk di rumah. Dua-tiga-empat hari. Sampai sembuh.
Atau ke dokter sendiri dengan biaya sendiri yang dalam hal Singapura pakai asuransi. Terserah dokternya: harus masuk rumah sakit atau cukup obat jalan.
Kalau harus masuk rumah sakit, biasa saja, cari rumah sakit sendiri, bayar sendiri juga pakai asuransi. Atau meninggal di situ. Tidak perlu membayar karena yang membayar ahli waris Anda.
Terkena Covid-19 akan dianggap sakit biasa saja. Toh yang mati karena Covid-19 sudah terbukti sedikit sekali secara persentase. Pun bila dibanding dengan flu. Berkat dokter sudah berpengalaman 1,5 tahun menangani Covid.
Tidak ada lagi kewajiban test antigen atau swab. Akan dihilangkan pula istilah karantina. Pun tidak akan ada lagi rumah sakit khusus Covid-19.
Sejak itu nanti, masing-masing harus bisa jaga diri. Harus menanggung akibat sendiri. Harus biaya sendiri.
Itulah pengertian New Normal di Singapura. Konkret. Terukur.
Kapan new normal itu dimulai?
Belum ditetapkan.
Pemerintah Singapura punya ukuran sendiri untuk memulainya. Yakni: manakala imunisasi sudah mencapai 60 persen jumlah penduduk.
Menurut itung-itungan pemerintah, capaian 60 persen itu akan terjadi akhir Juli 2021. Satu bulan lagi.
Dengan demikian, ketika Singapura memperingati hari kemerdekaannya tanggal 9 Agustus nanti, ia sudah merdeka dari pandemi.
Itu kalau varian delta bisa dijaga tidak masuk Singapura. Negara itu kini lagi memperkuat benteng perbatasan dengan negara lain. Terutama negara yang dinyatakan merah.
Jadi kalau ada new normal nanti Singapura tidak sembarangan menetapkannya. Bukan karena putus asa. Bukan karena kehabisan dana. Bukan karena tuntutan-tuntutan pelaku bisnis. New normal dilakukan di saat vaksinasi sudah mencapai 60 persen.
Selama ini angka 60 persen itu sulit dicapai akibat Sinovac –horeee untuk Sinovac. Banyak rakyat Singapura yang hanya mau divaksin Sinovac. Dasarnya: lebih alamiah dari virus Covid yang dilemahkan. Mereka menolak vaksin Barat yang dibuat dengan cara mengubah salah satu unsur DNA.
Saya menduga ada juga akibat ketegangan antara Amerika dan Tiongkok. Mereka ingin membela Tiongkok.
Singapura berkeras tidak mau mengimpor Sinovac karena belum diakui oleh WHO, waktu itu. Setelah belakangan WHO menyetujui Sinovac hal itu dianggap sudah telat. Jumlah vaksin yang dibeli sudah cukup untuk menyuntik seluruh penduduk Singapura.
Tapi yang hanya mau divaksin Sinovac terlalu banyak. Target mencapai 60 persen bisa terganggu.
Akhirnya diputuskan: yang penting bisa menangkap tikus. Pemerintah tetap tidak mau mengimpor Sinovac. Tapi swasta diizinkan. Sebanyak 24 poliklinik swasta juga diizinkan menyelenggarakan vaksinasi Sinovac.
Antre. Berebut.
Tercapailah persentase 60 persen itu. Sebulan lagi.
Bagaimana dengan kita yang bepergian ke Singapura?
Singapura akan mengeluarkan daftar negara mana saja yang penduduknya boleh masuk ke negara itu. Daftar itu selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan hasil penanganan Covid di setiap negara.
KOMENTAR ANDA