KISAH Satu:
Setiap kali jika terpaksa pulang malam, lelaki itu selalu mengajak rekan menginap di rumahnya. Kebetulan dia punya jabatan tinggi di kantor, jadi ada saja yang mau mengabulkan ajakannya, mungkin hanya dengan setengah hati. Tapi mengapa?
Ketika mengajak seorang teman yang juga ustad, dia buka kartu. Lelaki itu takut tiap kali melewati tempat sepi, karena tak jauh dari tiang listrik ada penampakan yang seram. Rupanya lelaki itu sejak kecil sering ditakut-takuti tentang hantu berambut api. Dia pun jadi penurut sedari kecil, akan tetapi sampai besar rasa takutnya belum pupus juga.
Saat melewati tempat sepi itu, temannya minta berhenti, tepatnya memaksa. Dia turun dan memeriksa penampakan seram itu. Apakah jenis hantu tersebut?
Ternyata itu daun pohon pisang yang telah kering, terkena tempias cahaya lampu jalanan. Kemudian dalam imajinasi lelaki itu malah terlihat bagaikan hantu berambut api. Ah, ada-ada saja!
Setelah dibuktikan oleh temannya, apakah lelaki itu jadi berani pulang malam sendirian dengan mobilnya? Ternyata tidak juga, dia selalu buru-buru pulang sore. Ternyata rasa takut itu tidaklah mudah menghapusnya.
Lho! Lho! Lho! Apa hubungannya dengan judul tulisan di atas?
Semoga terbantu dengan yang berikut ini:
Kisah dua:
Berulang-ulang kali bocah-bocah mungil itu bertanya, “Bunda, kapan Corona pergi?”
Dan tidak mudah bagi sang ibu menemukan jawaban yang tepat. Dia amat berhati-hati, jangan sampai anaknya diterkam rasa takut, apalagi hingga trauma. Perempuan itu tidak mau anak-anak menjadi seperti ayah mereka yang takut pulang malam.
Terlebih bocah-bocah itu, dengan otak kecilnya, merasakan perubahan mencekam dalam hidup mereka gara-gara Covid-19. Lebih setahun mereka memendam rindu kepada sekolah tercinta. Nyaris dua tahun anak-anak tidak lagi bebas bermain dengan teman-teman sebaya.
Bocah-bocah lugu itu tidak pernah dipersiapkan psikologisnya, dan tiba-tiba saja mereka terkurung di rumah sendiri. Ya, wajarlah jika mereka bertanya-tanya kapan virus Corona itu akan pergi.
Covid-19 memang berbahaya, banyak korban nyawa yang melayang. Tetapi itu bukan berarti anak-anak itu mesti dicekam ketakutan, apalagi kalau mereka sampai trauma. Informasi jujur itu memang penting, akan tetapi masa depan psikologis mereka lebih penting lagi untuk diperhatikan.
Lalu bagaimana?
Sebaiknya kita menjelaskan dalam tataran ilmiah, tetapi mudah dicerna akal bocah. Istilah ilmiah itu lebih netral dibandingkan penjelasan yang membuat perumpamaan yang membingungkan anak, seperti Covid-19 digambarkan sebagai monster jahat atau semacam alien dari galaksi antah berantah.
Penjelasan ilmiah itu lebih jujur perihal fakta mengenai virus, tentunya dibarengi dengan pemahaman tentang hal-hal positif dalam melindungi diri, semisal memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan dan lain sebagainya.
Cara edukasi anak mengenai pandemi akan beragam teknisnya, akan tetapi memberikan kabar positif ini perlu ditekankan meski pun mengenai kondisi buruk sekalipun.
Alasannya apa?
Karena perspektif positif itu yang akan menjaga kekuatan mental anak-anak, dalam menjalani masa-masa yang berat ini. Anak-anak perlu memahami bahaya virus Covid-19, akan tetapi lebih ditekankan aspek preventif atau pencegahan, dengan tentunya menjaga kekuatan positif dalam sisi psikologis mereka.
Ada kisah yang cukup unik dari kitab Shahih Muslim:
Blarr!!
Tengah malam nan pekat itu terdengar menyeramkan dan dengan hati-hati penduduk Madinah keluar rumah. Mereka bertanya-tanya suara apakah yang mengagetkan itu. Tetapi siapa pula yang mau bertaruh nyawa menembus kegelapan demi menemukan jawaban atas ledakan itu.
Hingga kemudian terdengar derap kaki kuda, dan ternyata itu adalah Nabi Muhammad yang datang berselempang pedang. Beliau telah terlebih dahulu mendekati sumber suara yang mencemaskan itu.
KOMENTAR ANDA