Terutama demi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak boleh ada intervensi lewat teguran dan ancaman ketika kontrol pers menyentuh kekuasaan.
Bagaimana dengan Polisi?
"Profiling" Ardi-Nia sudah dijelaskan polisi. Mereka sudah mengantongi informasi akurat sebelum bertindak. Sejoli itu menggunakan narkoba jenis sabu dengan berat 0,78 gram. Terkonfirmasi melalui tes urine dan rambut.
Dengan begitu status keduanya adalah pemakai, sesuai dengan kontruksi UU No 35/2009 Tentang Narkotika. Mengenai itu dijelaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4/2010 dan Peraturan Bersama 7 Kementerian dan 7 Lembaga Non Kementerian tahun 2014.
Sudah diatur mengenai sanksi bagi pemakai sabu di bawah 1 gram. Negara mengamanatkan agar pemakai menjalani rehabilitasi. Politik hukum negara memang lebih mendorong langkah pembinaan untuk perbaikan pemakai yang mayoritas adalah generasi muda.
Harapan untuk sembuh, menjalani hidup normal, berbakti kepada nusa dan bangsa, sangat terbuka luas.
Pengalaman sebaliknya mencatat, memenjarakan para pemakai di Lembaga Pemasyarakatan manapun tidak akan efektif untuk menjerakan pelaku. Data yang ada malah menunjukkan ledakan penyalahgunaan narkotika terbesar justru terjadi di penjara.
Sampai sekarang negara pun belum bisa mengatasi praktik perdagangan dan peredaran narkotika yang massif di dalam penjara. Pertimbangan seperti antara lain yang menjadi dasar revisi UU No 135/2009 yang masuk dalam daftar prolegnas.
Akhirnya, itulah yang terjadi tiga hari kemudian. Kasat Narkoba Polres Jakpus Kompol Indrawienny Panjiyoga memastikan pasangan Nia-Ardi menjalani rehabilitasi di BNN.
Kita mendukung tindakan tegas aparat hukum dalam memberantas penyalahgunaan narkotika yang telah menghancurkan masa depan generasi muda kita.
Namun, bukan tanpa kritik menyertai pelaksanaan tugas aparat di lapangan. Kritik keras terhadap tataran teknis sudah sering disuarakan masyarakat. Terutama pada publikasi luas polisi saat melakukan penangkapan pelaku penyalahgunaan narkoba khususnya yang di bawah 1 gram.
Masih segar dalam ingatan ketika pengkapan artis Tora Sudiro dan Mike istrinya, di rumah mereka (Agustus 2017). Video dan foto-foto mengenai penangkapan itu sudah beredar luas di dunia maya sebelum pemeriksaan polisi.
Tindakan seperti itu jelas berpotensi membunuh karakter pelaku sebelum kesalahan yang bersangkutan diputuskan secara hukum. Yang menimpa Novi Amelia pengendara mobil yang menabrak polisi (Oktober 2012) lebih parah. Fotonya hanya mengenakan celana dalam dan BH saat pemeriksaan polisi beredar menjadi santapan publik di media.
Ada sederet panjang kasus serupa yang menimpa selebriti yang tertangkap menggunakan narkoba.
Seperti halnya yang menimpa Ardi dan Nia. Video dan fotonya sebagai pesakitan yang beredar luas tidak sejalan dengan semangat yang dikandung dalam Sema Narkotika dan Peraturan Bersama yang disebut di atas.
Cara-cara penangkapan dan pengungkapannya lewat media seperti itu sebenarnya pernah dirasakan sendiri amat mengganggu oleh Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo. Belum lama ini Kapolri pun menerbitkan larangan bagi anggotanya menyiarkan proses penangkapan di lapangan. Bagi Kapolri itu hanya menampilkan sisi buruk petugas polisi.
Ardi dan Nia sesuai keterangan polisi sendiri, sudah lebih dulu melakukan profiling terhadap sejoli itu sebelum penangkapan. Tiga hari setelah pengembangan kasusnya, polisi akhirnya mengumumkan sejoli itu direhabilitasi.
Artinya polisi tidak menemukan bukti lebih dari hasil profiling sebelumnya dan saat mengumumkan menemukan sabu seberat 0,78 gram di hari penangkapan.
Ardi-Nia harap bersabar, tidak usah gusar menghadapi cara-cara yang berpotensi membunuh karakter itu.
Saya berharap Ardi Nia akan menjadikan kasusnya sebagai pengalaman berharga. Tidak boleh terulang. Itu akan menjadikannya lebih kuat untuk kembali ke tengah masyarakat, mengabdikan diri untuk nusa dan bangsa. Jangan lupa pelihara semangat.
Penulis adalah wartawan senior.
KOMENTAR ANDA