NADIYA Hussain adalah warga Inggris keturunan Bangladesh yang menjuarai kompetisi membuat roti dan kue bergengsi Great British Bake Off tahun 2015. Ia disebut-sebut sebagai pemenang Bake Off paling sukses yang pernah ada.
Disaksikan lebih dari 15 juta penonton, final Bake Off musim-6 menjadi acara yang paling banyak ditonton pada tahun 2015. Tak hanya sosoknya, Nadiya juga terkenal karena pidato kemenangannya yang fenomenal.
Dalam pidatonya, Nadiya mengatakan, "Saya tidak akan membatasi diri saya lagi. Saya tidak akan mengatakan saya tidak bisa. Saya tidak akan mengatakan 'mungkin'. Saya tidak akan mengatakan 'saya pikir saya tidak bisa'. I can and I will."
Usai menjuarai Great British Bake Off, Nadiya memandu beberapa program acara BBC. The Chronicles of Nadiya yang memperlihatkan bagaimana ia mengeksplorasi berbagai resep yang makin menegaskan kecintaannya pada memasak. Nadiya's British Food Adventure, bercerita tentang perjalanannya ke penjuru negeri untuk bertemu pionir dalam bidang kuliner. Ada pula Nadiya's Family Favourites, acara memasak yang fokus pada masakan rumahan. Ia juga hadir di The Big Family Cooking Showdown serta The One Show.
Jauh dari layar kaca, Nadiya seperti dilansir Inews.co.uk, berprofesi sebagai seorang kolomnis di majalalah The Times. Ia juga penulis buku Bake Me a Story yang menjadi salah satu Children's Book of The Year tahun 2017 versi British Book Awards.
Kemunculan Nadiya dalam Bake Off yang menuai popularitas dianggap sebagai langkah penting dalam menggeser stereotipe tentang komunitas Muslim dan bagaimana masyarakat menerima keberagaman budaya.
Nadiya mendapat dukungan dari PM Inggris kala itu, David Cameron. Nadiya juga memiliki banyak pengikut di media sosial yang disebut Nadiyators.
Pada tahun 2017, Nadiya masuk daftar 500 Most Influential People di Inggris versi Debbret's dan masuk dalam 100 Women versi BBC News. Ted Cantle, founder Community Cohesion yang juga penggiat interkulturalisme menyebut Nadiya telah berbuat jauh lebih banyak untuk hubungan Inggris-Muslim dibandingkan kebijakan pemerintah selama 10 tahun.
Namun prestasi yang paling mengesankan adalah ketika Nadiya diberi kesempatan untuk memanggang kue ulang tahun ke-90 Ratu Elizabeth II.
Namun siapa menyangka di balik kesuksesannya, Nadiya pernah menyimpan rasa frustasi. Dengan latar belakang sebagai keturunan Bangladesh dan penampilan fisik yang berbeda dari mayoritas warga kulit putih, kehidupan masa kecil dan remaja Nadiya terbilang penuh perjuangan untuk bisa merasa diterima.
"Saya berbohong jika mengatakan tidak pernah terlintas di benak saya untuk memutihkan kulit cokelat saya. Karena saya tahu, hidup akan menjadi jauh lebih mudah jika saya tidak berkulit cokelat...."
"Jika saya tidak berkulit cokelat, jika saya bukan seorang keturunan Bangladesh, jika saya sama seperti orang lain. Tapi saya memang datang dari berbagai lapisan yang saya representasikan, dan saya kini memahami betapa pentingnya itu semua," imbuh Nadiya.
Perjalanan Hidup Nadiya Hussain
Nadiya Jamir Begum lahir di Luton, Inggris pada 25 Desember 1984. Ia anak ketiga dari 6 bersaudara. Nadiya mulai berhijab pada usia 14 tahun. Saat itu alasannya adalah untuk menutupi rambut jelek hasil potongan sang ayah.
Saat remaja, Nadiya didiagnosis panic disorder dan menjalani terapi perilaku kognitif. Masalah kesehatan mental yang ia alami itu kemudian ditulis dalam bukunya My Monster and Me.
Selepas SMA, nama Nadiya sudah terdaftar di universitas. Ia mengambil bidang Religious Study, English Language, dan Psychology dengan tujuan kelak ingin menjadi seorang pekerja sosial. Namun dunia kerja membuyarkan keinginan belajarnya. Ia memilih mengambil dua pekerjaan. Baginya, bekerja berarti kebebasan dan secara finansial maupun pikiran.
Yang tak terduga adalah pertemuannya dengan Abdal, prince charming berprofesi ahli IT yang membuatnya bersedia menikah di usia 20 tahun. Nadiya dan Abdal menikah pada musim panas tahun 2005. Ia pun pindah dari Luton ke Leeds mengikuti karir suaminya.
Keduanya saling belajar tentang diri pasangan masing-masing. Ketika Abdal mengetahui bahwa Nadiya senang memanggang, ia membelikan istrinya sebuah oven. Dan ketika tahu bahwa sang suami sangat menyukai kue, Nadiya memanggang kue untuknya setiap hari.
Satu tahun setelah menikah, putra pertama mereka Musa, lahir. Lalu tahun berikutnya lahirlah Dawud. Bisa dikatakan itulah 2 tahun paling sibuk dalam hidup Nadiya.
Demi meraih kehidupan yang lebih baik untuk keluarga, pasangan itu bekerja keras. Nadiya kemudian memutuskan mengambil program universitas terbuka ketika mengandung anak ketiganya, Maryam. Ia merampungkan kuliahnya di sela menyuapi makan malam anaknya, mengganti popok, juga urusan menyusui dan hari-hari yang panjang.
"Selepas anak-anak tidur, barulah saya mengerjakan tugas kuliah. Ketika saya stres, saya memanggang," kenang Nadiya.
KOMENTAR ANDA