DALAM 15 tahun pernikahan sang istri benar-benar paham suaminya terus-menerus berbohong. Setiap kali pulang larut malam, atau berhari-hari tidak pulang, suaminya terus memberikan berbagai alasan. Hingga akhirnya perempuan itu pun capek bertanya.
Untuk mengobati gundah di hatinya, sang istri menilai suaminya tengah melakukan bohong putih. Suatu kebohongan yang diperbolehkan demi kebaikan. Ya, setidaknya mereka tidak bertengkar, yang dapat merusak mental anak-anak.
Belasan tahun menyadari alasan suami hanyalah dusta, emosi perempuan itu akhirnya meluap juga. Terlebih lagi para tetangga tiada henti memanas-manasi, karena mereka telah lama curiga dengan gerak-gerik suaminya.
Suatu ketika meledaklah amarah itu, sang istri nan lembut bak sutera malah terlihat menjelma bagaikan singa. Dan sayangnya, perabot rumah tangga yang menjadi korban, periuk terbang kuali melayang.
Tetangga berdatangan, mengintip-intip, mencuri-curi dengar, demi mencari kenikmatan sesaat dari polemik rumah tangga orang lain. Sementara anak-anak menangis ketakutan.
Sang suami malah tersenyum sejuta makna. “Sudah tiba waktunya untuk diungkapkan,” katanya.
Lelaki paruh baya itu membawa keluarga ke suatu rumah megah lengkap dengan perabot mewah. Inilah jawaban atas berbagai bohong putih dari 15 tahun pernikahan mereka.
Sang suami tersenyum bangga dengan kejutannya. Anak-anak bersorak-sorai. Istri terharu. Tetapi para tetangga gigit jari, ending prahara rumah tangga itu tidak seperti yang diharapkan mereka.
Hebatkah suami itu?
Belum tentu.
Marilah kita memandang dari dimensi hati istrinya, yang 15 tahun merana dirajam dusta, yang mana batinnya bergemuruh dan terpaksa menghibur diri dengan alasan bohong putih. Untuk jangka waktu yang demikian lama, alangkah beratnya badai yang mesti ditanggung jantung perempuan itu.
Dia suami yang baik, bahkan tidak lihai dalam dusta, sehingga istrinya tahu lelaki itu cuma mengarang alasan. Niat sang suami memang spektakuler, tetapi caranya tidak menyehatkan juga untuk kesehatan jantung.
Harta tidaklah jaminan kebahagiaan. Pernikahan ini diciptakan Tuhan sebagai ikatan yang kokoh, sehidup semati dalam suka maupun duka. Kita menikah agar dapat membersamai pahit getir kehidupan.
Nah, coba bayangkan andai suami itu dari semula berterus terang, dia ingin memperjuangkan rumah yang terindah. Maka dia akan mendapatkan sokongan luar biasa dari istri dan anak-anak. Dia tidak perlu mengarang jutaan kebohongan (meski dengan tujuan baik lho!).
Dengan demikian dia menyelamatkan kesehatan jantung istrinya, yang begitu tersiksa dengan berbagai prasangka, yang hatinya belasan tahun menahan ngilu. Begitulah petingnya dan berharganya kejujuran!
Bohong putih (bohong demi kebaikan itu) terkadang jadi primadona yang menjadi andalan dalam hubungan. Dan yang perlu kita ingat, bohong putih atau tauriyah itu sesungguhnya bukanlah dusta. Kok bisa ya?
Begini penjelasan dari Muḥammad Ṣāliḥ ʻUthaymīn dalam kitab Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu, ada dusta yang diperbolehkan yaitu dusta untuk tauriyah. Akan tetapi tidak perlu ada pengecualian dalam hal ini, karena tauriyah sebenarnya adalah kejujuran, kalau sudah kita lihat dari sisi pembicaraannya.
Biar enak memahaminya, mari cermati yang berikut ini!
Nabi Ibrahim pernah ditangkap oleh raja yang sakit mental, hobinya merampas istri orang lain. Ada kepuasan tersendiri baginya jika mengambil perempuan yang jelas-jelas istri sah suami. Dia tidak butuh perempuannya, tetepai menikmati penderitaan orang lain.
Nah, raja ini bertanya terkait Sarah, “Apakah perempuan ini istrimu?”
Jelas Nabi Ibrahim berupaya menyelamatkan kehormatan istrinya. Dan ia berkata, “Dia adalah saudariku.”
Raja pun melepaskan keduanya, dan kehormatan Sarah pun terjaga.
Ada pihak yang berpendapat Nabi Ibrahim telah berbohong tapi putih. Tetapi sesungguhnya dia tidak benar-benar berdusta. Karena Sarah memang masih tergolong saudarinya, karena adanya hubungan kekerabatan. Tidak betul-betul dusta toh!
Jadi memang sih agama menyediakan konsep bohong putih, bohong demi kebaikan. Tetapi ini adalah pintu darurat, yang dipakai untuk menghindari terjadinya bencana besar, atau demi menyelamatkan nyawa. Kita tidak boleh seenaknya memakai alasan bohong putih, lalu menjual banyak sekali dusta dalam rumah tangga.
KOMENTAR ANDA