KOMENTAR

PENGAJIAN ORBIT Lintas Profesi adalah komunitas lintas profesi yang rutin menggelar pengajian dan pengkajian ayat-ayat Alquran. Para anggota yang disebut Orbiters ini terdiri dari para pekerja seni, pengusaha, akademisi, wartawan, pegawai, dan lainnya.

ORBIT bermakna lintasan semesta. Dengan beragam profesi para anggotanya, mereka diharapkan dapat menjadi sosok yang menginspirasi dan berkontribusi dalam 'lintasan' profesi masing-masing. Pembina Pengajian ORBIT adalah Prof. Dr. Din Syamsudin, MA.

Pengajian ORBIT tak hanya membahas ayat-ayat Alquran dan aplikasinya dalam kehidupan manusia tapi juga membahas isu-isu kemanusiaan dan sosial dan mengupasnya dalam perspektif Islam.

Di antara nama selebritis yang aktif di Pengajian ORBIT adalah Eksanti (selaku Koordinator), Sarwana, Lucky Resha, dan Eddies Adelia.

Pengajian ORBIT Lintas Profesi yang digelar Kamis, 26 Agustus 2021 menghadirkan tema "Kekerasan Terhadap Perempuan, Apa Solusi Islam?" dengan narasumber Yulianti Muthmainnah, SHI, M.Sos, Kepala PSIPP ITB Ahmad Dahlan yang juga seorang aktivis perempuan.

Dalam kesempatan itu, Yulianti menjabarkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah isu sensitif yang terjadi lintas negara, terutama kekerasan seksual dan KDRT. Data menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan atau pelecehan seksual.

Di antara banyak contoh yang menjadi concern masyarakat dunia terkait kekerasan seksual terhadap perempuan adalah apa yang menimpa perempuan Bosnia saat perang berkobar juga kasus seorang mahasiswi India yang mengalami kejahatan seksual di dalam bus oleh beberapa pemuda kemudian dibunuh.

Kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu agenda penting dalam The Committee on the Elimination of Discrimination against Women (CEDAW) yang menjadi salah satu komite di PBB.

Menurut Yulianti, banyak mitos yang beredar terkait perempuan sebagai korban kekerasan seksual.

Di antaranya, bahwa hanya perempuan dewasa yang bisa menjadi korban. Faktanya, tidak hanya perempuan dewasa yang menjadi korban. Banyak anak perempuan di bawah umur yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual, bahkan oleh orang-orang terdekatnya.

Demikian pula anggapan bahwa perkosaan sama dengan perzinahan. Seperti yang dialami Aisha Ibrahim, remaja asal Somalia yang melaporkan pemerkosaan namun ia justru mendapat hukuman rajam karena dianggap berzina.

Yulianti menegaskan pentingnya memahami perbedaan antara laki-laki dan perempuan, terutama yang berkaitan dengan reproduksi. Urusan reproduksi yang cepat, nikmat, dan tidak berbekas, kerap disamakan dengan perempuan. Padahal kenyataannya adalah sebaliknya. Karena itulah perempuan dianggap menyetujui semua tindakan yang dilakukan orang lain pada tubuhnya.

Bisa diduga, pelecehan bisa terjadi di mana pun. Bahkan banyak di tempat kerja. Pelecehan menjadi impunitas (nirpidana).

Hukum juga tidak berpihak pada perempuan. Yulianti mengatakan bahwa pelaku terorisme bisa ditembak di tempat. Koruptor berbaju oranye yang dihadirkan dalam konferensi pers juga mendapat liputan hebat dari media. Masyarakat tahu ia koruptor. Keluarga koruptor biasanya mendapat hukuman sosial dari masyarakat.

Sebaliknya, dalam kasus perkosaan, korban diberitakan, namun pelaku disembunyikan. "Tapi pada kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, tidak pernah ada hukuman sosial, terjadi impunitas," ujar Yulianti.

Ia mencontohkan kasus perkosaan di Bintaro yang membutuhkan waktu satu tahun bagi korban untuk mengungkap kasusnya. Banyak hal yang melatari tindakannya. Mulai dari trauma hebat, belum lagi ketakutan terhadap komentar masyarakat.

Yulianti juga menegaskan bahwa kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan tidak semata diakibatkan penampilan terutama pakaian yang dikenakan perempuan. Ada pula kasus yang ia tangani melibatkan perempuan berpakaian tertutup bahkan berhijab.

Menurut perempuan yang pernah berada di Komnas Perempuan ini, Islam sejatinya telah memberi solusi terhadap isu kekerasan terhadap perempuan ini.

Pertama, Islam datang untuk memuliakan perempuan. Menjadikan perempuan sebagai manusia utuh, bukan barang dagangan. Perempuan memiliki hak waris dan bisa mewariskan. Rasulullah bahkan mengatakan "hormatilah ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu" sebagai penanda betapa tingginya kemuliaan seorang perempuan dalam perannya sebagai ibu.

Islam menegaskan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, yang membedakan hanya derajat ketakwaan kepada Allah. Tidak ada warisan iman dan takwa, karena itulah setiap Muslim wajib mengupayakannya.

Pun seharusnya setiap hamba takut kepada Allah. Rasa takut itulah yang melandasi segala tindak tanduknya selama hidup di dunia. Takut tidak melaksanakan perintah-Nya dan takut melanggar larangan-Nya.

Suami istri membina rumah tangga dengan dasar ketakutan kepada Allah. Maka di dalamnya akan terbangun sikap saling menyayangi, saling menghargai, dan saling menjaga. Pernikahan yang kokoh adalah tanpa kekerasan dan tanpa pelecehan yang merendahkan pasangan.

Kehidupan rumah tangga Rasulullah bisa menjadi contoh bahwa beliau tidak segan untuk menjahit sendiri terompah yang rusak. Artinya, selain sebagai imam bagi istrinya, beliau juga mau terlibat dalam urusan rumah tangga—tidak selalu minta dilayani oleh istri.




Catatan Akhir Tahun Paramadina x INDEF: Pentingnya Pertumbuhan Ekonomi yang Konsisten untuk Menjadikan Indonesia Negara Berpenghasilan Tinggi

Sebelumnya

Bank Mega Syariah Salurkan Rp170 Miliar untuk Pengadaan Trainset KRL oleh INKA

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E