Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

“KALAU tidak mampu dengan sabar, ya cobalah dikuat-kuatkan saja hati.”

Demikianlah nasihat yang disampaikan seseorang kepada suami istri yang cukup lama tidak akur, keduanya sama-sama teman baiknya. Lelaki itu pula yang dahulunya menjadi mediator ta’aruf keduanya.

Pasutri itu bertahun-tahun merasakan banyak sekali ketidakcocokan. Dan temannya inilah yang menjadi tempat curhat, yang mati-matian menasihati agar keduanya mempertahankan pernikahan.

Dahulu dia rajin memberikan nasihat agar memperbanyak sabar, tetapi suami istri itu bilang sabar ada batasnya. Kini lelaki itu memberi saran agar keduanya menguatkan hati, nanti segalanya akan baik-baik saja.

Sejatinya sebagai teman, lelaki tersebut tak kalah pening, sebab alasan hasrat suami istri itu berpisah adalah tidak cocok. Itu saja, yang singkat, padat dan juga membingungkan.

Apakah ada manusia yang benar-benar cocok di dunia ini, yang benar-benar klop lahir batin?

Tidak ada kan?

Karena yang ada itu hanyalah dua insan yang sepanjang hayat terus mencari kecocokan, dan meminimalisir (sebab tidak mungkin menghilangkan) efek negatif perbedaan.  

Begitu tangguhnya semangat lelaki itu mempertahankan pernikahan dua sahabatnya, bukan karena pernah berhutang budi, melainkan keinginannya meneladani Rasulullah.

Nabi Muhammad sendiri teramat heroik mempertahankan pernikahan Zaid bin Haritsah dengan Zainab yang retak dari dalam, di mana perseteruan keduanya sama sekali tidak ada faktor orang ketiga.

Abdurrahman Umairah pada buku Tokoh-Tokoh yang Diabadikan Al-Quran menerangkan, Zainab tinggal bersama Zaid kurang lebih setahun, kemudian hubungan antara keduanya memburuk, Zaid menemui Rasulullah untuk meminta nasihat, apakah dia perlu menceraikannya atau tidak. Dia juga mengadukan persoalannya kepada beliau.

Rasulullah menasihati Zaid agar tidak menceraikan Zainab. Mudah-mudahan hubungan dengannya akan membaik. Beliau bersabda, “Hai Zaid, janganlah menceraikan istrimu dan bertakwalah kepada Allah.”

Dengan demikian, apa yang dilakukan lelaki di kisah pembuka dalam mempertahankan rumah tangga sahabatnya, sesuai pula dengan apa yang dilakukan dan diperjuangkan oleh Rasulullah.

Jelas ini bukan jebakan mencampuri urusan rumah tangga pihak lain, melainkan keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang justru menjadi pondasi dari kekuatan umat Islam. Sehingga, binasanya rumah tangga akan memberi imbas buruk kepada tatanan masyarakat Islam.

Maka, kita bersama perlu ikut berjuang untuk mempertahankan rumah tangga para sahabat kita, karena pernikahan itu juga mengandung unsur tanggung jawab sosial kaum muslimin.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan, dalam menata hubungan pasutri yang kian memburuk:

Pertama, memperbaiki diri dalam ketaatan.

Tentu mudah bagi Allah memberikan istri-istri yang manut saja untuk Nabi Muhammad. Akan tetapi, di antara istri-istri Rasulullah itu juga ada yang menonjolkan berbagai dimensi kemanusiaannya, yang tak jarang memanaskan suasana rumah tangga; mulai dari kobaran api cemburu, tuntutan uang belanja nafkah yang lebih besar dan berbagai intrik lainnya.

Dan Allah pun mencantumkan dengan terang benderang kondisi rumah tangga Rasulullah termasuk berbagai gejolaknya itu di dalam Al-Qur’an. Bukan untuk mempermalukan, melainkan demi menjadi referensi bagi kita, agar tidak menuntut kesempurnaan dari pasangan, sebagaimana Nabi Muhammad tidak pernah meminta hal demikian.

Kuncinya adalah terus memperbaiki diri dalam ketaatan, dan ini berlaku kepada kedua belah pihak, suami maupun istri.

Kedua, membangun komunikasi yang efektif.

Rata-rata masalah kehidupan manusia adalah tersandung cara berkomunikasi. Situasi kian pelik apabila komunikasi ini terkait dengan pernikahan, sebab kebanyakan orang berpikir dengan tinggal serumah, sekamar bahkan seranjang akan terjadi begitu saja saling memahami; kutahu yang kau mau dan kau pun tahu yang kumau.

Tidak jarang dalam luapan kekecewaan kita memarahi pasangan, “Mengapa kamu tidak memahami hatiku, perasaanku?”

Padahal kita pun sering kesulitan memahami hati sendiri, terbayangkan betapa beratnya bagi pasangan kita memahami apa yang terpendam di lubuk hati kita yang terdalam.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur