Bencheghib bersaudara/ Net
Bencheghib bersaudara/ Net
KOMENTAR

PENCEMARAN lingkungan masih menjadi sebuah ‘prestasi’ yang memalukan bagi Indonesia. Salah satu isu lingkungan yang sangat meresahkan adalah membanjirnya sampah plastik di negeri ini.

Sebagai gambaran tentang lautan sampah plastik, Sungai Watch pada Januari 2021 merilis laporan bertajuk "River Plastic Report 001". Laporan ini memuat hasil pemeriksaan atas 5,2 juta ton sampah plastik yang terkumpul dalam kurun waktu dua bulan (Agustus-September 2020) hasil bersih-bersih sampah plastik di delapan lokasi di Bali, termasuk di seputaran Nyanyi, salah satu sungai paling kotor di Bali.

Dalam laporan Sungai Watch itu disebutkan ada lima perusahaan yang plastik kemasannya paling banyak mencemari sungai di Bali: Danone AQUA, Wings Corp, Unilever, Santos Jaya Abadi, dan Siantar Top.

"Perusahaan yang paling banyak mencemari sungai dalam laporan ini adalah Danone AQUA dengan 2.834 buah plastik, disusul Wings Corp dengan 1.928 plastik dan Unilever dengan 1.625 plastik," demikian isi laporan merujuk pada hasil pemilihan 5,2 juta ton sampah plastik yang terkumpul.

Inisiator Sungai Watch adalah Gary Bencheghib, anak muda berdarah Prancis yang sudah lama menetap di Bali bersama orang tuanya. Banyak yang mengenalnya sebagai filmmaker dan aktivis lingkungan.

Pada 2018 silam, dia pernah diundang untuk bertemu langsung Presiden Joko Widodo lepas memviralkan video gunungan sampah plastik di Sungai Citarum, salah satu sungai terkotor di dunia. Dalam video, tampak Gary dan adiknya, Sam mendayung kayak yang terbuat dari kumpulan botol plastik.

Sungai Watch adalah bagian dari Make A Change World, sebuah gerakan untuk mengurangi sampah plastik yang digagas tiga bersaudara; Kelly Bencheghib, Gary Bencheghib, dan Sam Bencheghib. Make A Change World sendiri merupakan pengembangan dari Make A Change Bali yang pertama kali digagas oleh Bencheghib bersaudara pada tahun 2009.

Di Sungai Watch, Gary mengajak rekan, kenalan, dan sahabat dari berbagai latar dan usia untuk sudi berkotor-kotor jadi relawan pembersih sungai. Target utama mereka adalah sampah plastik. Ini sebuah prakarsa, yang meski sekilas remeh, dengan cepat menjelma menjadi sebuah gerakan lingkungan yang membahana di seantero pulau Dewata.

Sebagai gambaran, awalnya hanya ada 22 orang relawan yang ikut kegiatan bersih-bersih sungai itu. Namun berganti tahun, tercatat ada 525 orang relawan yang aktif mengumpulkan sampah plastik dari sungai, jaringan irigasi dan pengairan lainnya di Bali.

Dalam sekali kegiatan, biasanya setiap Jumat, kerap hingga 200 orang relawan yang ikut berburu sampah plastik di sungai. Sampah plastik yang mereka kumpulkan kadang mencapai 200 kilogram. Bila banjir, angkanya bisa mencapai satu ton.

Awal Sungai Watch

Sungai Watch sejatinya berawal dari sebuah persoalan nyata: membanjirnya sampah plastik di perairan Bali. Bila mau jujur, ini sebenarnya cermin persoalan yang lebih besar di level nasional: Indonesia adalah penghasilan sampah plastik terbesar kedua di dunia, setelah China.

Dalam catatan Bank Dunia, sekitar 187 juta orang Indonesia yang tinggal dalam radius 50 kilometer dari pesisir menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. Hampir separuh dari sampah plastik itu berakhir di perairan laut.

Tapi di Bali, urusan jadi lebih pelik. Karena kawasan ini identik dengan turisme. Kawasan pantai yang seharusnya bersih, indah, dan nyaman, hari-hari belakangan penuh dengan pemandangan botol plastik, saset kemasan, sikat gigi, pampers bayi, dan tak terhitung jenis dan ragam produk lainnya, utamanya yang berbahan plastik, kerap terlihat mengapung di perairan laut. Gerombolan sampah itu mengayun bersama ombak sebelum akhirnya tersapu ke pantai-pantai ikonis turis.

Dari penyelidikan sederhana, Bencheghib dan sejumlah rekannya menemukan bahwa 90 persen dari sampah plastik yang berakhir di laut Bali berasal dari sampah yang hanyut dari sungai.

Lantaran itulah, Sungai Watch memulai prakarsa sederhana memasang jaring sampah (trash barrier). Selain menahan sampah plastik agar tak hanyut ke laut, jejaring sampah itu memberi waktu bagi relawan untuk menarik sampah yang terlanjur hanyut ke sungai.

Per September silam, Sungai Watch tercatat telah memasang 100 unit jaring sampah di berbagai lokasi aliran air di Bali. Sungai Watch menargetkan memasang 1.000 unit baru untuk setahun ke depan.

Audit Merek Pencemar Sungai

Inisiatif lingkungan Sungai Watch belakangan menggema ke luar Bali. Di Jawa Timur, misalnya, organisasi lingkungan Ecological Observation and Wetlands Conservation bahkan sampai tergerak membuat sebuah Museum Plastik. Museum itu antara lain memajang sebuah karya seni yang tersusun dari 3.500 lebih jenis sampah botol plastik yang mencemari banyak sungai di Jawa Timur.

Sungai Watch punya keunggulan tersendiri. Alih-alih sekadar menarik sampah dari sungai dan memajangnya, relawan organisasi melangkah lebih jauh: mereka mensortir semua sampah plastik yang terkumpul, mendatanya berdasarkan jenis plastik, kategori produk, merek, dan kondisinya. Pendek kata, ini brand audit atas sampah perusahaan. 




Menteri PANRB Rini Widyantini: Meningkatkan Kepemimpinan Perempuan untuk Menciptakan Kesetaraan Gender dan Lingkungan Kerja Inklusif di Sektor Pemerintahan

Sebelumnya

Menteri HAM Natalius Pigai Terima Penghargaan "Tokoh Nasional Demokratis dan Berintegritas” dari JMSI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News