BOSAN juga mungkin ya, kalau terus-terusan membahas pandemi! Apalagi kalau yang dikupas itu hal-hal negatif, yang makin menggerus pertahanan mental. Maklum, pandemi ini kerap dipandang musibah berskala besar, terlebih di Indonesia saja telah lebih dari 144.000 orang meninggal dunia.
Namun, gairah kita bisa menyala juga jika yang dikaji sisi-sisi positif dari pandemi. Memangnya ada?
Ternyata ada, terutama akan diperoleh bagi mereka yang mau memetik hikmah.
Seorang pria yang bermuram durja akibat PHK mendadak berseri-seri. Selama masa-masa murung itu dia sempat bertanam bunga-bungaan dan buah-buahan di lahan kosong samping rumahnya. Tanpa iklan apapun, orang-orang malah ramai berdatangan membelinya.
Seorang ibu menjadi gamang ketika suami yang tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat direnggut Covid-19. Tetapi ponsel warisan suami tercinta rupanya memberi solusi jitu. Dengan mengandalkan berjualan di media sosial dan platform lainnya, dia sukses mendulang untung besar.
Apa yang dijualnya? Banyak. Terutama barang-barang yang tidak terpakai yang selama ini membikin sesak rumahnya. Berikutnya tersibak pula olehnya berbagai misteri betapa luasnya peluang memperoleh banyak uang hanya dari utak-atik ponsel.
Seorang pria mulanya ragu tatkala sahabat baiknya mengajak trading saham yang kita teramat mudah, cukup secara online melalui ponsel. Dia memiliki dana tetapi sebagai cadangan biaya menghadapi pandemi. Namun, sahabatnya terus meyakinkan hingga tekatnya pun membaja.
Berkat pandemi yang bagaikan mengurung umat manusia di rumah mereka, maka pria tersebut punya banyak waktu mempelajari dan mengaplikasikan perdagangan saham.
Seorang sahabat yang menjadi mentor dirinya justru mengalami kerugian besar. Sebaliknya, pria yang teramat tekun itu malah membuahkan cuan yang luar biasa. Bahkan, setelah pandemi dia hendak membuka kantor saham sendiri.
Tidak melulu masalah ekonomi, persoalan kehampaan batin juga banyak dialami, termasuk salah seorang perempuan mapan. Uang tidak ada masalah baginya, tetapi pandemi ini perlu diisi. Maka, dia menamatkan bacaan Al-Qur’an satu hingga dua juz setiap selesai shalat Subuh. Dengan demikian, selama pandemi perempuan itu mampu khatam Al-Qur’an setiap bulannya.
Memang menakjubkan!
Lain lagi dengan sepasang suami istri yang tidak begitu terganggu ekonomi keluarganya. Mereka masih bekerja meski dari rumah dan juga memiliki cadangan dana yang siap digunakan di masa-masa darurat.
Namun, pandemi mendatangkan hikmah yang teramat besar. Dengan banyak berada di rumah, sepasang suami istri itu berkesempatan meningkatkan kualitas spiritual keluarga. Mereka lebih punya waktu untuk shalat berjamaah, mengajarkan anak-anak mengaji dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Orang-orang di atas adalah segelintir contoh di antara mereka yang bersyukur dengan adanya masalah berat, semacam pandemi ini. Bersyukur?
Ya, bersyukur dengan adanya musibah atau masalah memang belum menjadi bagian lazim dalam logika kebanyakan orang, yang cenderung memandang masalah adalah buruk.
Dan meski pun tidak masuk akal, banyak juga manusia yang mengharapkan hidupnya lancar-lancar saja, mulus-mulus saja. Sementara mereka mengabaikan fakta betapa banyak orang yang malah meraih kejayaan dari masa-masa terpuruknya.
Begitu pun dengan pandemi yang dapat tersingkap sisi positifnya, bergantung pada siapa yang arif dalam mengelolanya.
Tanpa pandemi pun kehidupan seorang insan akan memburuk, jika dirinya tidak memiliki mental membaja, dan tidak kreatif meningkatkan kualitas hidupnya. Apalagi kalau dia sampai berprasangka buruk pada keadaan yang menghimpitnya, jangan heran jika hidupnya malah terjungkal ke jurang kebinasaan.
Tanpa adanya pandemi pun, yang namanya hidup tidak akan pernah sepi dari ujian, rintangan, kesulitan dan sebagainya. Pandemi hanyalah salah satu contoh saja, dan sebaiknya segenap energi kita tidak terkuras untuk yang satu ini.
Terlena!
Tersesat!
Itulah di antara risiko yang menganga lebar di hadapan mata ketika manusia tidak mengalami keadaan yang berat. Tanpa masalah hidup, kita akan manja lalu terlena, dan mungkin saja tersesat dari jalan Tuhan akibat tidak lagi bersyukur.
Al-Qur’an pernah menceritakan penduduk sebuah negeri yang terbiasa hidup enak. Hidup mereka yang mulus-mulus saja malah berujung kepada petaka dahsyat.
Surat An-Nahl ayat 112, yang artinya, “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (pen-duduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.”
KOMENTAR ANDA