KOMENTAR

NGOMONG-ngomong tentang perselingkuhan, juga ada lho cerita yang mengarah ke sana yang dibahas di dalam Al-Qur’an. Namun, perlu diingat, jangan sampai kita terjebak jumping to conclusions dengan menyebut kitab suci telah bergosip. Kisah itu dicantumkan tidak terlepas dari tujuan mulia Al-Qur’an, yaitu lil mau’izhah (demi memberikan pembelajaran).

Ceritanya terkait antara Zulaikha dengan pemuda ganteng rupawan bernama Yusuf, yang kemudian hari menjadi nabi utusan Allah.

Sebetulnya, perselingkuhan itu tidaklah terjadi, tetapi angin-anginnya sudah mengarah ke sana. Aksi Zulaikha tergolong ekstrim, perempuan itu menutup pintu jendela dan menggoda Yusuf melakukan sesuatu yang terlarang.

Padahal Zulaikha sudah bersuami yang kaya raya serta bangsawan pula. Kurang apalagi hidupnya? Namun, Yusuf yang bujangan menolak tegas sampai bajunya robek oleh Zulaikha. Yusuf lebih memilih masuk penjara akibat difitnah Zulaikha daripada terperosok ke jurang perselingkuhan.

Dan ayat yang membahas tentang kejadian dua insan itu juga layak dijadikan rujukan kita dalam membahas tema perselingkuhan.

Surat Yusuf ayat 24, yang artinya, “Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.”

Menariknya, dalam ayat itu disebutkan hammat bihi wa hammat biha, yang artinya dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya.

Jadi, kedua insan sama-sama sempat muncul keinginan terlarang itu. Hampir saja Yusuf terjebak, tetapi itu tidak terjadi karena dirinya teringat dengan tanda-tanda larangan dari Tuhannya.

Keputusan Nabi Yusuf lari dari kejaran Zulaikha merupakan cerminan sikap pribadi muslim sejati. Selingkuh itu banyak pintunya, jadi begitu sedikit saja terbuka, lekaslah pergi menjauh. Apapun risikonya!

Dan semakin tua bumi ini, kisah-kisah perselingkuhan tidak pernah sepi.

Lantas, kira-kira mengapa ya setelah menikah suami atau istri itu malah berselingkuh?

Pertama, beratnya cobaan bosan.

Manusia adalah makhluk yang gampang diterkam bosan. Dan celakanya, jika kebosanan itu menempel kepada pasangan sendiri. Alhasil, hubungan pun merenggang, lalu kita jadinya menjauh dari suami atau istri yang sah.

Lama-lama, ada ruang kosong di sisi ruang gelap batin, yang malah diisi dengan perselingkuhan.

Rasa bosan itu di antara resep mengatasinya adalah dengan melakukan variasi kehidupan. Jangan begitu-begitu saja, bicarakan dengan pasangan untuk menemukan tantangan yang baru, yang menggairahkan gelora kehidupan.

Kedua, terbukanya peluang menyeleweng.

Dalam dunia yang kian bebas ini, makin terbuka lebar peluang untuk menyeleweng. Terkadang tidak perlu dicari-cari, eh kesempatan selingkuh malah datang dengan sendirinya. Peluang selingkuh itu datang tidak diundang, tetapi sulit menghindarinya. Ini jelas dosa, tapi kok menggoda ya?

Apabila peluang menyeleweng itu terbuka, maka solusinya sederhana saja, yaitu dengan segera menutupnya, atau segera pergi meninggalkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yusuf. Bagi yang telah menikah, godaan itu malah dapat disalurkan dengan halal kepada pasangan yang sah.

Muhammad Shidiq Hasan Khan dalam Ensiklopedia Hadis Sahih (2009: 158) menerangkan, diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja melihat seorang perempuan yang menarik hatinya, maka hendaknya ia menemui istrinya, karena hal itu dapat memenuhi hasratnya, sama seperti hasratnya terhadap perempuan tersebut." (HR. Ad-Darimi)

Begitulah Rasulullah mengantisipasi perselingkuhan sedini mungkin, baru saja terbetik keinginan terhadap lelaki atau perempuan lain, maka bersegeralah menemui pasangan.

Ketiga, lemahnya kontrol masyarakat.

Apabila masyarakat bersikap permisif, apalagi cuek bebek terhadap lingkungan, jangan heran bila perselingkuhan merajalela. Padahal, pengawasan masyarakat amatlah penting karena kontrol sosial akan memperketat bahkan menghambat perselingkuhan.

Budaya timur yang demikian peduli dengan lingkungan memang perlu dijaga pada jalur positif. Bayangkan kalau dalam suatu lingkungan sosial masyarakatnya kompak menolak perselingkuhan, niscaya badai rumah tangga itu dapat diredam lebih dini.

Lalu apa hubungannya layangan putus dengan perselingkuhan?




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur