KOMENTAR

DAFTAR tunggu untuk ibadah haji sudah bikin jeri, di sebagian daerah sudah antri 20-30 tahun. Tak pelak lagi, inilah rindu yang teramat melelahkan ujiannya. Padahal, seorang jamaah itu hanya mengharapkan setidaknya satu kali saja menatap Ka’bah, setidaknya satu kali mencium Hajarul Aswad.

Apa mau dikata, banyak orang yang impiannya kandas, karena terburu dikejar ajal. Hanya satu rindu, tetapi mengapa berujung cita yang terhempas?

Namun, manusia memang makhluk yang banyak akalnya. Dari itu pula umrah menjadi laris manis. Kan umrah bisa kapan saja, bisa lebih ringan dananya, bisa lebih cepat mewujudkannya.

Baitullah, kami datang!  

Dan, pandemi pun membuat jamaah umrah masuk pula dalam daftar antri. Pasalnya, hampir dua tahun lamanya ibadah umrah terhalang, Mekah tidak dapat dimasuki, jamaah asal Indonesia ikut gigit jari.

Sebagiannya benar-benar tidak berhasil melihat Ka’bah meski sekali seumur hidup, lagi-lagi karena ajal lebih dulu menjelang.

Sejak Januari tahun ini, beberapa rombongan umrah berkesempatan lolos. Mereka berhasil menjadi tamu Allah ketika pandemi agak mereda. Tetapi, berbagai keluhan menyertai ibadah umrah tersebut.

Keluhannya, menjelang pulang mereka harus karantina 5 hari di Arab Saudi. Lha, begitu mendarat di Indonesia, eh malah karantina lagi, bahkan sampai 10 hari. Kok bisa karantina menjadi lebih lama dibanding ibadah umrahnya? Itu pun disertai dengan berbagai keluhan terkait dengan pelayanan.

Padahal mereka kan jamaah umrah, kok tidak dapat perlakuan khusus?

Bagi yang beruntung mendapatkan wisma atlet (dengan perjuangan dan pengorbanan juga sih), ya bisalah menikmati fasilitas karantina gratis. Giliran mereka yang karantinanya di hotel repatriasi, terpaksalah keruk saku lebih dalam lagi.

Padahal, di antara jamaah umrah banyak pula yang berasal dari kalangan kurang mampu. Bertahun-tahun mereka menabung recehan, hingga berhasil berangkat umrah dengan nafas tersengal-sengal.

Nah, giliran harus mengeluarkan uang ekstra lagi, tentulah bukan saku mereka saja yang menjerit-jerit.

Ya, keluhan itu banyaklah!

Perlu dipahami, pada kondisi normal saja keluhan demi keluhan itu terus mengalir. Memang tidak ada yang sempurna sih di dunia ini.

Nah, bayangkan bagaimanakah pelayanan berlangsung di masa abnormal semacam pandemi yang ganas ini? Sangat mungkin yang terjadi lebih banyak kekurangan daripada kelebihan. Toh, aparat yang bertugas hanyalah manusia biasa, yang bisa lelah lalu akhirnya khilaf atau malah lepas kendali.

Dan kita tidak dapat menutup mata, di antara petugas itu sudah banyak yang akhirnya tutup mata selamanya dalam tugas mulianya.

Dengan menimbang-nimbang hal begini, semoga menjadi pupuk bagi kesabaran kita semua, termasuk jamaah umrah yang pelayanannya mungkin belum maksimal. Kekurangan di sana-sini kita coba perbaiki dengan tidak lupa menjaga sikap ikhlas.

Sungguh beruntung mereka yang bisa berangkat umrah, meski dengan beban ekstra lahir maupun batin. Karena dengan datangnya Omicron dan entah nanti apalagi jenis virus lainnya, sangat mungkin umrah menjadi rindu yang terlarang.

Ketika itu terjadi, seberapa banyak pun uang tidak akan mampu merealisasikan impian mengusap rumah suci Tuhan. Jadi, ada baiknya kita menyiapkan mental untuk kondisi terburuk.

Keselamatan nyawa memang lebih penting didahulukan daripada impian, sekalipun itu adalah mimpi suci menjadi tamu Allah. Nyawa adalah dan hanyalah satu-satunya. Dan kini keselamatan nyawa kita juga turut menyelamatkan jiwa-jiwa lainnya.

Setelah tadi mendoakan kesabaran bagi yang pulang umrah, yang kecewa dengan pelayanan masa karantina, maka kini kita doakan pula kesabaran ekstra bagi yang tidak pernah menyerah memupuk mimpi ke Baitullah.

Mimpi Anda adalah impian yang suci. Cita-cita Anda merupakan harapan yang tinggi. Dan Tuhan Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.

Sejauh ini pemerintah masih belum berencana menutup peluang ibadah umrah. Meski tidak seorang pun mampu menjamin ini akan berlangsung mulus, mengingat jamaah yang pulang umrah juga tak kalah banyak membawa oleh-oleh Omicron.

Apabila skenario terburuk penutupan ibadah umrah terjadi, maka percayalah ini toh demi kebaikan, sebagai ikhtiar di balik melonjaknya penyebaran virus. Dan ini adalah langkah terbaik untuk mengendalikan situasi.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur