Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

HIRUK-pikuk akibat ledakan Omicron sempat terinterupsi oleh perdebatan transgender. Ini perihal seorang artis, presenter dan juga komedian yang di akhir hayatnya ingin diselenggarakan sebagai jenazah perempuan muslimah.

Perdebatan jadi hangat karena dirinya dahulu, dan tentunya sedari lahir, adalah lelaki, kemudian menjalani operasi ganti kelamin jadi perempuan. Nah, jadi seru kan? Kelak setelah kematiannya, mau diselenggarakan sebagai jenazah lelaki atau perempuan ya? Bagaimana agama memandang dinamika ini?

Beginilah serunya hidup di alam demokrasi, orang-orang bebas berpandapat. Akan tetapi lebih manis jadinya jika perdebatan ini dilandasi dengan keilmuan yang memadai.

Ternyata Majlis Ulama Indonesia (MUI) jauh-jauh hari, semenjak tahun 2010 telah melahirkan fatwa terkait hal yang lagi viral begini. Syukurlah, ulama-ulama cukup antisipatif terhadap isu-isu yang berkembang sesuai zaman. Ya, baguslah!

Di antaranya fatwa tersebut yang dijelaskan dalam buku Hukum Pencatatan Sipil (2019: 501):
Dua hal yang ditetapkan dalam Fatwa MUI Nomor 03/MUNASVIII/2010 tersebut, yaitu ketentuan hukum penggantian jenis kelamin dan ketentuan hukum penyempurnaan jenis kelamin. MUI menghukumkan mengubah alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya yang dilakukan dengan sengaja, misalnya dengan operasi ganti kelamin, adalah hukumnya haram, termasuk membantu melakukan ganti kelamin juga hukumnya haram.

Oleh karena itu penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penggantian alat kelamin tidak dibolehkan dan tidak memiliki implikasi hukum syar'i terkait penggantian alat kelamin tersebut.

Sehingga kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin adalah sama dengan jenis kelamin semula sebelum dilakukan operasi ganti kelamin, meski telah memperoleh penetapan pengadilan.

Namun, menurut MUI, dalam rangka menyempurnakan alat kelamin bagi seorang khuntsa yang fungsi alat kelamin laki-lakinya lebih dominan atau sebaliknya, melalui operasi penyempurnaan alat kelamin hukumnya adalah boleh, termasuk membantu melakukan penyempurnaan alat kelamin juga hukumnya boleh.

Oleh karena itu, pelaksanaan operasi penyempurnaan alat kelamin dimaksud harus didasarkan atas pertimbangan medis, bukan hanya pertimbangan psikis semata. Ketentuan hukum penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penyempurnaan alat kelamin oleh pengadilan dibolehkan sehingga memiliki implikasi hukum syar'i terkait penyempurnaan tersebut.

Sebagaimana dikutip buku Fiqh Kontemporer (2018: 36) bahwa menurut Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya, perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.

Nah, untuk kasus artis atau selebritis yang lagi viral itu, perlu ditelisik lebih ke hulunya. Sebelum jadi pro kontra penting dipertegas, apakah dirinya melakukan ganti kelamin atau justru penyempurnaan kelamin? Dua hal ini akan membedakan posisinya dalam ranah hukum Islam, dan akan dipertanggungjawabkan pula di mahkamah akhirat.

Sebetulnya, ada kok sisi positif yang menarik dicermati. Ketika dirinya telah mempersiapkan diri menyongsong ajal, dia masih sempat memikirkan kedudukan dirinya dalam ranah agama. Artis itu masih berkeinginan jenazahnya diurus sebagai perempuan. Singkat kata, syukurlah dia masih ingat dengan agamanya, saat beberapa orang tidak peduli lagi dengan agama meski berKTP Islam.

Dengan kesadaran agama ini pula akan mudah baginya menerima posisinya dalam hukum Islam. Andai dulunya dia melakukan operasi ganti kelamin dari lelaki jadi perempuan, maka jenazahnya akan diselenggarakan sebagai lelaki, sesuai kodrat yang diberikan Allah.

Namun, andai yang dilakukannya adalah operasi penyempurnaan kelamin menjadi perempuan sesuai dengan tatanan medis, maka dia tidak melanggar kaidah agama. Maaf, contohnya, sekiranya dirinya punya penis, tetapi secara penelitian medis terbukti dirinya adalah perempuan, entah itu dari uji kromosom atau adanya rahim, maka diperbolehkan melakukan penyempurnaan kelamin dengan menjadi perempuan tulen.

Sekali lagi perlu dipahami, apabila fakta medis terbukti dirinya adalah perempuan, maka operasi kelaminnya itu disebut penyempurnaan kelamin. Hal ini diperbolehkan, dan harapannya di penghujung hayat itu dapat saja terkabulkan sebagai muslimah.

Poin penting yang dapat dipuji adalah munculnya kesadaran terhadap agama atau Tuhannya. Ini sudah pencapaian yang patut dipuji. Dan dia sendirilah yang akan menemukan jawaban, apakah selayaknya kelak jenazahnya akan diselenggarakan sebagai lelaki atau perempuan?   

Lantas apa yang dapat kita petik dari gonjang-ganjing yang sempat hangat ini, dan nyaris mengalahkan dahsyatnya ledakan Omicron?

Begini!

Tersebutlah anak lelaki yang begitu halus mulus kulitnya, teramat lembut suaranya, kalau berjalan pun terlihat lenggang-lenggoknya. Dia pun doyan berdandan, aroma wanginya dapat bersaing dengan cewek.

Begitu remaja, kebiasaan-kebiasaan di atas pun makin kentara, dan orang-orang merasakan aura keperempuannya kian jelas. Apakah akhirnya dirinya operasi ganti kelamin jadi perempuan? Apakah dirinya berhenti jadi laki-laki?

Mari kita loncat dengan kondisinya saat ini! Ternyata dia menjadi lelaki sejati. Buktinya dia menikah dan berhasil membuat istrinya melahirkan berkali-kali. Alih-alih jadi banci atau ganti kelamin, dia malah menunjukkan kejantanannya.

Kok bisa?

Mulai dari lingkungan keluarga dan juga lingkungan pergaulan sosial amat mendukungnya dan memperlakukannya sebagai lelaki tulen. Tidak masalah menjadi lelaki yang lembut, tidak masalah dia lelaki yang wangi. Toh dia tetap lelaki sesuai kodrat yang dianugerahkan Allah padanya.

Begitulah dampak dari dukungan positif yang diperolehnya dari lingkungan, yang membuatnya tidak merasa perlu menyalahi kodrat yang dianugerahkan Allah sebagai lelaki.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur