Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SANG ustazah bagai diserang dari delapan penjuru angin, bertubi-tubi kecaman melanda dirinya, tentunya terutama di dunia maya. Dari semula artis film, lalu bermuara menjadi ustazah, hingga kini kiprahnya di jalan dakwah menemukan jalan berkerikil.

Tuduhannya tidak main-main, sang ustazah disebut-sebut telah membolehkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Padahal Islam tidak pernah dan tidak mungkin melegalkan kekerasan. Terlebih agama suci ini lahir dengan mengusung agenda membela dan memuliakan harkat martabat perempuan, jadinya makin anti dong sama aroma KDRT.

Dalam ceramahnya, ustazah itu menyampaikan contoh kasus istri yang dipukul mukanya oleh suami, lalu dia menutupi kejadian itu dari ibu kandungnya dengan balutan kebohongan pula. Apakah dapat dibenarkan sikap diamnya itu merupakan kemuliaan sebagai istri yang menutupi aib suami? Dari mana pula asal-usulnya Islam memperbolehkannya?

Al-Qur’an tidak memberi sedikit pun ruang bagi kekerasan dalam rumah tangga, bahkan sekalipun itu berhubungan dengan sumpah.

Nabi Ayyub lagi sakit keras, lalu istrinya memutuskan pergi menelantarkannya. Saking marahnya Nabi Ayyub bersumpah, jika dirinya sembuh akan memukul istrinya seratus kali.

Kemudian istrinya menyadari kesalahan, dirinya telah terpedaya hasutan setan. Dia balik lagi, tapi kaget melihat penyakit suaminya sembuh total berkat bantuan Allah. Nah, bagaimana dengan sumpah seratus pukulan tadi?

Jangankan seratus kali, memukul satu kali saja sungguh Nabi Ayyub tidak tega. Namun, sumpah adalah sumpah. Dan setiap sumpah haruslah ditunaikan. Jadi bagaimana dong?   

Akhirnya datang pencerahan dari Allah, yang tercantum pada surat Shad ayat 44, yang artinya, “Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah.”

M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Lubab Jilid 3 (2020: 400) menerangkan, Allah memberi beliau jalan keluar agar tidak melanggar sumpahnya, yaitu mengambil seikat rumput sebanyak yang disumpahnya, untuk dipukulkan kepada keluarganya itu. Dengan demikian, Nabi Ayyub melaksanakan sumpahnya, tetapi dengan cara yang tidak menyakitkan.

Allah memberikan solusi, yang mana sumpah ditunaikan tetapi istri tidak dipukul (disakiti). Maka diikatlah seratus helai rumput, lalu dipukulkan kepada istrinya. Ya, nyaris tidak ada sakit di tubuh istrinya. Apalah artinya rerumputan!

Begitulah Tuhan memuliakan ciptaan-Nya. Nah, dengan demikian tidak ada dong alasan bagi suami istri main pukul. Anda boleh marah kepada pasangan, bahkan pertengkaran rumah tangga itu biasa saja.

Namun, jangan pernah main pukul. Jangan!

Sebelum terlanjur memukul manusia, cobalah berpikir tentang kemurkaan Allah. Karena yang kita pukul itu adalah ciptaan Tuhan. Islam yang merupakan agama penuh kasih ini tidak akan pernah menolerir KDRT. Tidak akan pernah, sebab itu menyakiti makhluk Tuhan.

Apakah ceramah ustazah tersebut telah melenceng dari ajaran Islam?

Jika melihat dari bingkai prasangka positif, terlihat ustazah itu tengah semangat-semangatnya bercerita tentang pentingnya menjaga aib keluarga (suami). Pertengkaran rumah tangga sebagai masalah internal yang hendaknya dapat diselesaikan dengan damai.

Sejauh ini tujuannya baik, secara umum ceramahnya mengajak kepada keluarga nan damai. Pertengkaran itu biasa antara suami istri, tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi sampai mengumbar aib segala.

Celakanya, lagi semangat-semangatnya ceramah, lidahnya malah tergelincir dan kesalahan itu terbit berupa contoh yang mendebarkan. Bagaimana bisa dia memuji istri yang menyembunyikan dari ibu kandungnya tentang pukulan dari suami yang mengenai wajahnya?

Apabila kejadiannya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), jelas itu tidak lagi dalam tema aib suami. Apalagi yang dilakukannya memukul wajah, sesuatu yang tidak akan pernah diperbolehkan, atas alasan apapun juga. Perbuatan ini tidak untuk ditutup-tutupi melainkan ditegakkan keadilan terhadap korban (baca: istri)

Perbuatan memukul pasangan itu sudah menunjukkan adanya masalah psikologis (penyakit mental) yang pelakunya perlu diobati. Tidak ada manusia normal yang memukul, apalagi di bagian muka.

Jika aksi pukulan terjadi, jelas harus dicarikan solusinya, bukannya disembunyikan. Kedua pihak keluarga bisa menghadirkan hakaman (orang yang bijaksana) guna menyelesaikan dengan baik, tanpa menambah penderitaan korban, tetapi memberikan perlindungan dan pembelaan terbaik. Bahkan aksi pukulan ini dapat naik kelas menjadi tuntutan di jalur hukum, ini jika diperlukan ya, apabila cara kekeluargaan sudah buntu.

Ada suatu celah yang perlu kita sibak dari ceramah yang mendadak viral ini!

Dari ketergelinciran itu, terlihat sang ustazah memang perempuan yang timur banget. Apa maksudnya?

Dalam budaya timur yang masih kental aroma patriarkhi, (maaf) pukulan suami terhadap istri tak jarang dipandang lumrah. Dan jangan heran kalau masih ada sebagian perempuan malah memahami pukulan suami bagian dari pendidikan terhadap istrinya.

Nah lho!




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur