ISTILAH toxic parents belakangan ini marak muncul dan dibahas oleh banyak orang di media sosial. Netizen beranggapan pola asuh demikian dapat merusak mental anak, membuat anak merasa tidak dicintai, bahkan hingga timbul rasa benci terhadap orangtua.
Pola asuh toxic parents biasanya dipicu oleh gangguan mental atau kecanduan yang serius seperti traumatis orangtua semasa kecil. Luka masa kecil yang belum sembuh itu terbawa hingga dewasa dan akhirnya di lampiaskan kepada anak-anak tanpa disadari.
Dan sedihnya, orangtua yang demikian selalu beralasan bahwa pola asuhnya adalah bentuk kasih sayang mereka kepada anak-anak.
Sri Juwita Kusumawardhani, seorang psikolog, mendefinisikan toxic parents sebagai keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak sehat. Sebab kebanyakan dari orangtua demikian berpikir bahwa kebutuhan anak hanyalah seputar makan, minum, rumah, atau sekolah.
"Padahal anak juga memiliki kebutuhan emosional yang harus dipenuhi oleh orangtua," kata dr Wita.
9 Pola Pikir Toxic yang Harus Disadari Segera
Berikut ini 9 pola pikir toxic yang harus segera disadari dan dibenahi sedikit demi sedikit oleh orangtua:
1. Berpikir 'always or never'
Orangtua seperti ini selalu berpikir bahwa anaknya adalah anak yang baik dan tidak pernah melakukan kesalahan. Atau bahkan sebaliknya, mereka berpikir bahwa anaknya selalu berbuat nakal dan tidak pernah menyenangkan hati orangtua.
Pola pikir seperti ini sangat berbahaya. Ketika orangtua beranggapan bahwa anaknya selalu benar, maka akan tercipta pola perilaku anak yang semaunya. Si anak akan dibela mati-matian, meskipun telah melakukan kesalahan fatal. Akibatnya, anak akan dijauhi dan sulit bergaul.
Begitu pula ketika orangtua berpikir sebaliknya, bahwa anak selalu berbuat nakal dan tidak pernah menyenangkan hati orangtua. Alhasil anak akan tertekan karena segala perbuatannya selalu saja salah di mata orangtua. Anak menjadi mudah depresi dan minder.
2. Melabeli anak
Terkadang tanpa disadari, saat orangtua marah kerap mengucapkan kata "bodoh, pemalas, atau nakal".
Tahu tidak, kata-kata itu merupakan penghinaan verbal terhadap anak dan akan merusak harga dirinya. Padahal seharusnya orangtua membantu mereka mendukung kepercayaan dirinya.
3. Menganggap biasa kata-kata kasar
Sengaja mengejek anak dengan kata-kata kasar atau mengatakan sesuatu dengan nada yang sinis, akan melukai hati anak. Mereka akan berkecil hati dan tidak lagi menjadi diri sendiri atau masuk ke tahap awal depresi.
4. Curiga berlebihan
Segala tindak tanduk anak dicurigai dan akhirnya berujung pada pengekangan.
Padahal sejatinya anak memerlukan ruang gerak yang sangat luas untuk mengeksplorasikan dan mengaktualisasikan diri. Kalau belum dimulai saja sudah dicurigai, maka tidak akan ada hasil yang didapat.
5. Menolak kenyataan buruk demi menyelamatkan ego
Ego selalu dinomorsatukan. Demi menyelamatkan ego, kenyataan buruk pun selalu ditolak.
Ada kalanya anak memiliki masalah dan tidak selalu dalam keadaan baik-baik saja. Apalagi jika anak tidak mendapatkan perhatian yang cukup, atau salah mengartikan kebebasannya, mereka bisa saja salah langkah.
Tapi demi menjaga harga diri orangtua, semua dibuat seolah baik-baik saja, tidak ada sesuatu hal yang buruk yang sudah terjadi.
6. Menjadikan anak tempat pelampiasan emosi
KOMENTAR ANDA