Desember lalu, Ukraina mengeluarkan dektrit yang mewajibkan perempuan berusia 18-60 tahun yang berada dalam kondisi sehat dan bekerja di berbagai bidang, untuk mendaftar dinas militer/ Foto: AP, WSJ
Desember lalu, Ukraina mengeluarkan dektrit yang mewajibkan perempuan berusia 18-60 tahun yang berada dalam kondisi sehat dan bekerja di berbagai bidang, untuk mendaftar dinas militer/ Foto: AP, WSJ
KOMENTAR

UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) menyebutkan 100.000 penduduk Ukraina telah meninggalkan rumah mereka sejak Rusia mulai menyerbu, Kamis (24/2/2022) seperti dilaporkan AFP.

Beberapa ribu pengungsi telah melintasi perbatasan internasional dan sebagian lain mengungsi di dalam negeri. Kondisi tersebut tampak setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan operasi militer di wilayah Ukraina timur.

Di hari pertama, Ukraina melaporkan hampir 500 korban meninggal dan luka-luka, baik dari pihak militer maupun masyarakat sipil.

Untuk melawan Rusia, Presiden Volodymyr Zelensky telah mengeluarkan dekrit mobilisasi umum 90 hari. Penduduk yang mengikuti wajib militer diturunkan ke medan perang. Tidak terkecuali perempuan Ukraina.

Perombakan Militer Tahun 2014

Di masa lalu, perempuan di dalam tubuh militer Ukraina memiliki banyak keterbatasan. Namun delapan tahun setelah pecah konflik di timur, peran perempuan dalam militer Ukraina mengalami perubahan besar.

Militer telah merangkul perempuan untuk terjun ke medan tempur sejak perombakan di tahun 2014. Jumlah tentara perempuan diperkirakan akan terus bertambah dengan cepat.

Akhir Desember lalu, Ukraina mengeluarkan dektrit yang mewajibkan perempuan berusia 18-60 tahun yang berada dalam kondisi sehat dan bekerja di berbagai bidang, untuk mendaftar dinas militer. Bersiap jika negara itu benar-benar harus terlibat perang melawan Rusia. Seperti yang terjadi sejak kemarin.

Langkah mobilisasi perempuan di tubuh militer memperlihatkan risiko nyata dalam krisis Ukraina saat ini. "Ketika negara memperpanjang dinas militer seorang perempuan, hal itu mengindikasikan situasi yang sangat mengerikan,"Jenny Mathers, dosen gender dan perang dari Universitas Aberystwyth, Wales.

Menurutnya, akan terjadi perubahan, terutama secara psikologis dan mental. Perempuan menyadari bahwa mereka harus siap untuk mengambil peran lebih penting di tingkat nasional, termasuk menjadi tentara utama. Dan tentu saja, itu bukan sekadar menyiapkan kekuatan fisik tapi juga mental.

Perempuan di Garis Depan dan Diskriminasi

Iryna Rybakova. Oksana Kuzma. Andriana Susak. Kateryna Pryimak.

Empat nama itu tercatat sebagai bagian dari 32.000 perempuan Ukraina yang bergabung di militer, 15 persen dari keseluruhan tentara siap tempur.

Iryna Rybakova dulunya adalah seorang manajer PR d Transparency International. Kini jabatannya adalah sersan muda di angkatan bersenjata Ukraina. Berbasis di Ukraina timur, Iryna sudah bersiap menghadapi invasi Rusia.

Selama bulan Desember, ia berada di garis depan konflik Ukraina dengan separatis di timur negara itu. Ia awalnya ditugaskan untuk menghadiri pelatihan di Amerika Serikat bersama sejumlah tentara perempuan lain. Namun saat ini ia sudah dipanggil kembali ke pangkalan untuk pelatihan darurat menghadapi serangan Rusia.

"Langkah agresif musuh membuat kami lebih bersatu. Masing-masing dari kami sudah siap," ujar Iryna tentang 150.000 tentara Ukraina yang bersiaga di perbatasan Ukraina, dilansir NPR News.

Sementara itu dari Ukraina barat, Oksana Kuzma baru saja sembuh dari kasus pneumonia ringan. "Saya siap meninggalkan rumah sakit, untuk kembali ke barak dan mengenakan seragam. Kami akan berangkat ke mana pun kami diperlukan," ujarnya.

Selama empat tahun, Oksana menjadi satu-satunya perempuan di unitnya. Ia turun dalam konflik melawan pasukan separatis tahun 2014.

Ribuan perempuan dimobilisasi saat tentara Ukraina berada dalam posisi yang terbilang lemah. Pada dasarnya, militer membutuhkan dukungan dari semua warga negara yang mempunyai kapabilitas.

Perempuan kemudian berperan di banyak sektor; dari pasukan kejut, petugas medis di medan perang, hingga penembak jitu. Mereka juga menjadi sukarelawan untuk maju ke garis depan dalam kondisi paling berbahaya.

Sersan Andriana Susak mengingat pengalamannya selama kampanye 2014. Ia mengenakan tudung hitam dengan hanya mata terbuka untuk menyembunyikan jenis kelaminnya saat merebut kembali kota Shchastia. Saat itu, sang komandan menolaknya untuk bergabung dalam perang.

"Angkatan bersenjata kami saat itu belum siap untuk membela negara, jadi mereka membutuhkan sukarelawan," katanya.

Satu tahun kemudian, Andriana kembali ke Ukraina barat, tanah kelahirannya. Saat itulah ia dilatih untuk menjadi prajurit. Namun dalam dokumen yang dikeluarkan militer Ukraina setelah ia menyelesaikan latihannya, Andriana dideskripsikan sebagai penjahit.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News