Hakikat manusia adalah jiwanya. Tubuh kita ini hanyalah casing belaka. Dari itu kebahagiaan jiwa perlu menjadi agenda utama, melebihi agenda menyenangkan tubuh. Apalah artinya kemegahan dunia ini jika yang dikorbankan adalah kesehatan mental.
Apabila ada manusia tega menyakiti pihak lain (terlebih lagi ibu yang menganiaya anaknya) itu pertanda mengalami gangguan kejiwaan. Mereka perlu diobati agar menjadi manusia sejati.
Namun, yang terpenting, bagaimana diri kita masing-masing mengupayakan kehidupan ini tidak mengalami kerusakan mental.
Kedua, istri itu tulang rusuk dan bukan tulang punggung
Menarik juga perumpamaan istri bagaikan tulang rusuk, kenapa tidak disebut tulang punggung ya?
Karena memang bukan kodrat mereka memikul beratnya kehidupan. Suami-suami perlu memiliki radar canggih dalam mengukur kemampuan tulang rusuk yang bengkok tersebut.
Muhammad Shidiq Hasan Khan dalam Ensiklopedia Hadis Sahih (2009: 152) mencantumkan sebuah hadis, Abu Hurairah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Berpesanlah hal yang baik pada para wanita, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Tulang rusuk yang bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau hendak meluruskannya, maka engkau akan memutuskannya. Jika engkau membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Sebab itulah, berpesanlah hal yang baik pada wanita.” (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Quran (1994: 397) menerangkan, yang memahami secara metafora berpendapat bahwa hadis di atas memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki -hal mana bila tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum lelaki bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Kehadiran suami tentulah amat penting bagi si tulang rusuk. Hadir dalam makna yang sebenarnya, hadir dalam suka duka, hadir memberi kekuatan lahir batin. Bukannya hadir tetapi malah membuat makin stres istri ya.
Ketiga, berhentilah memaksakan diri
Kalau urusannya sudah memaksakan diri, maka tidak akan ada hidup yang tenang, yang terjadi malah stres berat. Jangan pedulikan ulah para crazy rich yang gemar pamer mobil mewah, rumah megah atau perhiasan gemerlap, yang belum tentu benar-benar miliknya. Namanya saja crazy, biarkanlah mereka asyik masyuk dengan dunianya.
Ada kok orang-orang yang benar-benar kaya, tetapi mencintai kesederhanaan, seperti santai saja menyantap makanan kaki lima. Sederhana itu lebih indah untuk kesehatan jiwa.
Keempat, hiduplah dengan keikhlasan
Siapalah diri kita yang sampai mengharapkan kesempurnaan hidup? Bukankah para nabi melalui perjuangan hidup yang luar biasa memerihkan, tetapi keikhlasan membuat mereka tetap bahagia kok.
Kehidupan tidak memberikan banyak pilihan jalan bagi kita. Satu-satunya pilihan yang paling menenangkan hati hanyalah dengan berserah diri pada Ilahi.
Kekuatan iman akan berdampak positif bagi ketangguhan mental bagaikan karang. Kalau memang itu perih, pilu, berat dan sebagainya, dengan ikhlas kita mampu menerimanya lalu bangkit kembali, berjaya lagi. Tidak ada yang abadi di persada bumi, termasuk kepahitan atau kemalangan pun akan berlalu.
Dari pada mencaci pelaku penggorokan anak, lebih baik kita saling introspeksi diri sendiri. Toh kita masih berkesempatan memperbaiki diri, sudahkah menjadi suami yang hadir sepenuhnya untuk istri?
Apakah kita telah menjadi ibu yang baik bagi anak-anak?
Berikutnya, sudahkah kita mempersiapkan anak-anak perempuan kita menghadapi kenyataan hidup, bahwa butuh bekal mumpuni menjadi istri apalagi ibu?
Di tengah hingar bingar kemeriahan MotoGP Mandalika, ketenaran seorang pawang hujan, serta keriuhan menyongsong kemegahan ibukota baru, ternyata ada kepedihan yang mengoyak kemanusiaan. Airmata kita sama-sama tumpah olehnya.
Ya Tuhan, ampuni kami!
KOMENTAR ANDA