DIA terlalu muda untuk kaya raya. Karena itulah kehadiran lelaki itu selalu menjadi bintang. Puja-puji sudah teramat sering dilimpahkan padanya. Dia menanggapi dengan senyum terkulum. Apakah bangga?
Tunggu dulu!
Lelaki muda itu pun buka suara, “Kekayaan saya sepuluh milyar.”
Pantas saja dirinya tampil gemerlap dengan rumah megah, mobil mewah dan bisnis yang berkembang.
Kemudian dengan nada bergetar, ia menyambung, “Tetapi utang saya tiga puluh milyar.”
Lho kok bisa?
Dulu utangnya tidak sebanyak itu, tetapi pihak lembaga keuangan rajin merayu agar terus menambah lagi dan lagi, yang kemudian membuat dirinya pun menjadi luluh, dan menggali lubang yang lebih dalam.
Cicilan hutang plus bunga serta pinaltinya sudah tidak terkejar lagi oleh hasil peras keringat. Akibatnya, terpaksalah dia menutupi utang dengan berutang lebih besar lagi. Kondisi makin tak terkendali karena gaya hidup keluarganya yang terus melejit bak crazy rich.
Jelas timbunan utang itu membuat hidupnya beserta keluarga tidak pernah tenang. Setiap kali menawarkan tambahan hutang, yang menyambanginya adalah perempuan jelita dengan senyum semanis madu plus menebar aroma kesturi.
Giliran menagih utang mbak-mbak cantik raib entah kemana, yang datang malah kawanan preman bertampang seram, yang gemar menggunakan kekerasan. Selama terbelit hutang, dirinya merasa benar-benar hilang kehormatan diri.
Matanya jadi berkabut membayangkan sesuatu yang lebih menakutkan, yang menjadi mimpi buruk dalam tidur malamnya; sangat mungkin dirinya akan termasuk orang yang akan membawa utang ke alam kubur.
Lain lagi cerita seorang perempuan murah senyum, tapi omongannya cukup tegas, “Saya tidak mau lagi meminjamkan uang sama orang, apalagi sama teman baik!”
Lha, memangnya kenapa? Bukankah sesama teman perlu saling tolong menolong?
Sebelumnya ibu-ibu cantik itu rajin membantu, ringan tangan dalam memberikan pinjaman. “Hasilnya, pertemanan kami malah hancur karena utang piutang,” keluhnya.
Sebagian yang berutang itu malah raib entah kemana. Sebagian lagi berubah galak setiap kali ditagih untuk melunasi. Dari pada sakit hati, perempuan itu pun mengikhlaskan utang-utang orang padanya.
Agar perdebatan pro kontra terkait kisah di atas tidak melebar kemana-mana, maka mari fokus saja kepada pembahasan bahaya utang.
Banyak yang dapat dirusak oleh utang piutang itu; mulai dari hidup yang tidak tenang, pertemanan yang rusak, serta berbagai konflik yang memusingkan kepala. Lagi pula sangat sulit menemukan ada orang yang menjadi terhormat akibat rajin berutang.
Berabad-abad yang lampau, Nabi Muhammad telah menyadari kelak umatnya dapat saja terjerat perihal yang tidak menyenangkan ini. Dari itulah beliau mengajarkan bait-bait doa yang insyaallah menjadi kekuatan dahsyat terlepas dari belenggu hutang. Meski ada saja pihak yang terheran-heran mengapa begitu rajinnya beliau memanjatkan doa terbebas jeratan utang.
Aisyah mengabarkan bahwa Rasulullah saw. berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan terlilit utang.”
Lalu ada seseorang yang bertanya, “Mengapa Anda banyak meminta perlindungan dari utang, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya seseorang apabila sedang berutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering memungkirinya.” (dikutip dari Yoli Hemdi pada Kitab Shahih Bukhari Jilid 2 [2019: 96])
Begitulah bahaya berutang, deretan dosa dapat saja menyertainya, yang berpotensi membinasakan nilai-nilai kehidupan nan hakiki. Apabila tidak bisa hidup tanpa utang, maka mintalah kekuatan pada Allah agar tidak terjerat perangkap utang.
Memangnya bisa hidup tanpa utang?
Ternyata ada lho orang yang menjalani hidup tanpa berhutang. Namun, ya kehidupannya sederhana saja, tidak pernah foya-foya, mana ada aksi pamer-pamer.
Bagaimana dia mengembangkan bisnis?
KOMENTAR ANDA