KABAR-kabarnya nih, amok adalah satu-satunya kosa kata milik Indonesia (berakar dari kata amuk) yang diabadikan dalam kamus bahasa Inggris. Kok bisa orang Barat begitu terpesona dengan kata yang satu ini?
Sebagaimana yang dikutip dari dictionary.cambridge.org, amok adalah to be out of control and act in a wild or dangerous manner. Bule-bule itu takjub bercampur ngeri juga kalau orang Indonesia lagi mengamuk; bisa lepas kontrol dan bertindak liar yang membahayakan.
Namun, apa yang terjadi hingga menjadi viral saat ini bukanlah sesuatu yang membuat takjub (ngeri tentulah iya). Bagaimana mau takjub ketika sesama anak bangsa mengamuk, menumpahkan angkara murka, lalu menjadi tontonan sedunia? Bagaimana bisa bangsa yang terkenal teramat santun ini berubah buas?
Korban memang sosok kontroversial. Mulutnya rajin bermanuver mengeluarkan statemen yang mengejutkan, yang di antaranya menyinggung pula persoalan agama; Al-Qur’an, haji, shalat bahkan Allah.
Aduh!
Nikmatnya tinggal di negeri ini adalah terhamparnya kebebasan berpendapat atau berbicara.
Sayangnya ada saja yang kebablasan dalam menyambut kebebasan berbicara itu. Padahal, kebebasan yang tidak bertanggung jawab akan menerkam diri kita sendiri.
Salah kata ternyata lebih berbahaya dibanding salah kostum. Rasa percaya diri si korban yang demikian tinggi belum jeli menangkap ancaman horor yang mengintainya. Kemudian terjadilah tragedi yang mencoreng kemuliaan peradaban luhur Indonesia.
Dari berbagai video yang beredar begitu bebas, jelas terdengar suara-suara kemarahan yang menyertai aksi pengeroyokan itu, di antaranya yang membuat bulu kuduk tergidik adalah:
“Penista agama!”
“Halal darahnya!”
Namun, mana ada agama yang mengajarkan cara-cara kekerasan. Bahkan Al-Qur’an mengajarkan dengan indah pada surat Al-Maidah ayat 8, yang artinya, “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”
Lantas, apakah sesuatu sikap yang adil memukuli seseorang hingga babak belur di jalanan, lalu menista kehormatannya dengan membuat korban nyaris bugil total?
Ya, betapa penting bagi setiap muslim meresapi petikan ayat di atas.
Zainuddin MZ yang setiap berceramah sering membuat orang terpingkal-pingkal, tidak lupa meminta maaf jika ada salah kata. Dai kondang sejuta umat ini rajin mengutip pepatah Arab yang artinya, jika pedang melukai tubuh masih ada harapan sembuh, namun jika lidah melukai hati kemana obat hendak dicari.
Apa urgensinya pepatah itu untuk kondisi saat ini?
Kini makin mudah bagi orang terluka hatinya. Ingatlah, emosi rakyat sedang tidak stabil. Kehidupan kalangan jelata yang memang sudah pahit itu kian bertambah deritanya imbas dari pandemi. Dengan menanggung lara tak terperikan beratnya, kemana mereka mencari pelampiasan?
Kita sudah pernah membahas sebelumnya kejadian tragis ibu yang menggorok anak kandungnya. Kini, malah giliran aksi pengeroyokan dipentaskan dengan brutal. Selanjutnya apa? Entahlah!
Sehingga muncul juga pertanyaan, “Apakah semua pelaku pengeroyokan itu benar-benar sakit hati kepada si korban, ataukah ini bagian dari bentuk rasa kecewa atau putus asa dari beratnya kehidupan?”
Kemarahan itu ternyata bukan milik pribadi, tapi juga dimiliki kelompok, golongan, hingga khalayak yang tidak terkontrol, terakumulasi lalu pecah menjadi histeria. Sehingga terciptalah aksi anarkis yang menjadi tontonan gurih jutaan orang di tanah air, atau milyaran manusia di planet bumi ini.
Histeria itu menciptakan sajian video horor aksi penyelamatan, perihal aparat yang dipukul, diterjang, dilempari batu, padahal mereka hanya bertugas demi kemanusiaan. Kehormatan hukum telah dijungkir-balikkan dengan cara menyedihkan.
Histeria itu juga tidak malu menyajikan aksi menjijikkan, sudahlah korban terkapar berlumuran darah, celananya dilucuti, dan (maaf) selembar cawat sebagai pertahanan terakhir kehormatan dirinya pun ditarik melorot.
Dan celakanya, banyak juga yang menyambut tontonan ini layaknya hiburan atau hidangan kegembiraan. Ini bukan masalah satu orang yang telah dihajar secara vulgar, tapi tentang suatu bangsa yang perlu menyadari dirinya bukan dalam kondisi yang baik-baik saja.
Ya Tuhan, ampunilah kami!
KOMENTAR ANDA