TAK habis pikir bagi pria muda itu melihat kondisinya yang dihabisi oleh teman akrabnya. Apalagi yang kurang dipersembahkannya atas nama persahabatan, setiap kesusahan dirinya hadir menolong, bahkan ketika temannya hendak menikah dia bersedia memberikan utang dan entah kapan akan dilunasi.
Gara-gara karir dirinya yang terus cemerlang menyemaikan iri di hati sahabatnya sendiri. Berbagai fitnah keji dilancarkannya, yang meruntuhkan semua kegemilangan pria muda itu. Dia tercengang betapa temannya itu teramat licin dalam urusan hasut-menghasut. Pria muda itu pun pernah hampir kehilangan nyawanya akibat dahsyatnya fitnah keji temannya sendiri.
Syukurnya, kemudian hari pria tersebut tidak menyalahkan siapapun meski dirinya berada di titik nadir kehidupan. Dia lebih memilih introspeksi diri. Menurutnya, hal-hal buruk itu tidak terlepas dari kepolosan dirinya yang tidak cermat dalam pertemanan. Akhirnya, dia merasa plong di dada hingga dapat memutuskan untuk kembali berjuang.
Hebat ya!
Dari mana didapatkannya sikap hidup demikian bijak?
Ternyata dia membaca Al-Qur’an dan sampai pada suatu ayat yang menggugah lubuk sanubarinya, yang akan menjadi lakon utama dari pembahasan ini.
Orang-orang tua terdahulu pernah menasehati, teman tertawa mudah dicari teman menangis susah didapat. Betapa banyak teman ketika dirimu berada di puncak kejayaan, tetapi entah di mana mereka ketika dirimu terpuruk. Hanya teman sejati dan sehati yang akan setia suka maupun duka.
Namun, manusia-manusia itu juga punya tipu daya. Di antara mereka ada yang lihai menebar senyum tetapi hatinya mencibir, mulutnya tertawa tapi hatinya berbisa. Mereka menjegal teman seiring, menikam dari belakang, menikung di tikungan, menggunting dalam lipatan.
Malangnya, orang-orang yang polos pun menjadi korban, dimangsa oleh mereka yang menjalin pertemanan tetapi sebetulnya tengah mendorong ke jurang petaka.
Korban-korban dari pertemanan yang berbahaya itu tidak akan terus berjatuhan apabila mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya.
Sebagaimana diterangkan pada surat Ali Imran ayat 120, yang artinya, “Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun.”
Terkait ayat ini, Wahbah az-Zuhaili pada Tafsir al-Munir Jilid 2 (2021: 387-388) menerangkan, orang-orang terdekat seseorang yang diberi tahu tentang rahasia-rahasianya, tidak akan segan-segan untuk mengganggu dan mencelakai kalian, menjerumuskan kalian ke dalam kesengsaraan, kesulitan dan mudarat yang sangat besar. Dari mulut-mulut mereka dengan mengumpat dan memfitnah kalian serta memberitahukan rahasia kalian. Apa yang disembunyikan oleh hati mereka, berupa kebencian. Lantaran sangat marah dan benci karena apa yang mereka saksikan dari kalian.
Nah!
Berdasarkan petunjuk ayat di atas, ada dua ciri utama dari orang-orang yang berbahaya dijadikan teman, yaitu:
Pertama, jika kamu memperoleh kebaikan, mereka bersedih
Ketika Anda meraih kejayaan; bertambah rezeki, naik pangkat, dapat anugerah dan lainnya, maka cermatilah orang-orang yang sedih, marah, atau kecewa. Meski pun Anda tidak menyombongkan diri, tetapi kegemilangan itu mengajarkan untuk memahami kondisi pertemanan. Ini kesempatan menyaring siapakah yang layak dijadikan sahabat sehati, yang layak diajak merayakan kejayaan.
Kedua, jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira
Nah, giliran Anda lagi kesusahan atau kemalangan, cermatilah siapakah yang bersuka cita. Jangankan mempertahankan hubungan pertemanan dengan orang macam begini. Merekalah yang harus dijauhi dari pertemanan agar diri kita tidak celaka.
Susah melihat orang senang, senang melihat orang susah. Begitulah kira-kira kesimpulan ciri-ciri orang yang berbahaya dijadikan teman. Kalau direnung-renung, karakter macam itu tidak jauh dari perangainya setan ya!
Punya teman jahat memang menyusahkan, sebab kita dapat tergelincir oleh tipu dayanya yang tak kalah licik dibanding mafia. Lantas, mengapa orang-orang justru sering jatuh binasa oleh pengkhianatan temannya sendiri, bukan oleh musuhnya?
Ya, ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap kesetiaan seorang teman menjadi kelengahan yang fatal. Padahal teman itu manusia biasa yang memiliki nafsu, angkara murka, hingga bisikan-bisikan membara di hatinya yang berasal dari hembusan setan.
Celakanya, pada saat yang bersamaan, kita pun mengabaikan sikap waspada dengan berasumsi teman adalah pagar. Nyatanya, pagar pun tak jarang makan tanaman yang lagi dijaganya.
Syukurlah, ayat di atas juga menyebutkan dua cara ampuh dalam menghadapi bahaya pertemanan, yakni: sabar dan takwa.
Ada masanya kita akan merasakan pahitnya hidup akibat salah pilih teman. Namun, itu tidak akan menjerumuskan pada kehancuran, karena kita memiliki dua perisai ampuh; sabar dan takwa.
KOMENTAR ANDA