APA yang dirasakan pada penghujung Ramadhan ini?
Lelah.
Ya, ada yang mengaku lelah karena terlalu menguras tenaga, banting tulang hingga kadang sampai tidak sanggup berpuasa. Dan pengorbanan demikian besar tidak terlepas dari harapan merayakan Idul Fitri dengan kegemilangan. Apakah mereka lupa kalau Idul Fitri hanyalah untuk pemenang Ramadhan?
Ya, ada yang merasa lelah karena benar-benar semangat beribadah; shalat malamnya cukup lama, tadarusnya hampir khatam Al-Qur’an, amalan-amalan sunnah juga dilaksanakan maksimal. Tanpa disadari sendi-sendi tubuhnya mulai melemah, dan kejenuhan mulai berkabut di hati yang lemah.
Apakah mereka lupa justru di penghujung inilah puncak dari Ramadhan?
Lalu, apa yang terpikirkan di penghabisan Ramadhan ini?
Ada yang pikirannya tersita dengan persiapan perayaan Idul Fitri; pakaian serba baru, makanan minuman bercita rasa, amplop-amplop yang akan ditebar, rumah yang perlu direnovasi, hingga biaya acara open house dan lain sebagainya.
Namun, ada pula yang pikirannya diliputi berbagai rancangan strategi guna memaksimalkan peluang terakhir. Karena Ramadhan tinggal sepuluh hari lagi, dan belum tentu juga dirinya akan berjumpa dengan Ramadhan tahun-tahun berikutnya.
Mereka itu berpikir keras dalam merancang cara-cara efektif mengurangi kegiatan duniawi, sehingga dapat maksimal memanfaatkan akhir-akhir Ramadhan yang berlimpah keberkahan.
Jangan lupa kita menghitung mereka yang tengah berduka cita. Lho kok bisa?
Mereka ini menyadari betapa beratnya perpisahan dengan Ramadhan. Bulan suci berlimpah kasih ini akan segera pergi tanpa tertahankan lagi. Begitu mendalamnya rasa cinta kepada Ramadhan, sehingga detik-detik perpisahan ini benar-benar memilukan bagi mereka.
Apapun kondisi batin atau pun pikiran yang melanda di akhir Ramadhan, kita perlu kembali fokus dengan bulan suci yang akan segera berlalu ini. Toh, kita memiliki suri teladan, yakni Nabi Muhammad yang menyiagakan diri dan keluarganya di puncak Ramadhan.
Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam buku Al-Lu'lu' wal Marjan (2011: 40) mengkhususkan suatu bab berjudul, bersungguh-sungguh pada hari kesepuluh akhir Ramadhan. Hadis dari Aisyah, ia berkata, “Nabi jika memasuki sepuluh terakhir Ramadhan, beliau mengeratkan ikat sarungnya, dan bangun semalam suntuk serta membangunkan keluarganya.” Sarungnya = izarnya. Ini merupakan kata kiasan dari kerasnya kesungguhan dan usaha beliau dalam beribadah.
Dari kutipan di atas dapat dirumuskan hal-hal penting mengenai sepuluh hari akhir Ramadhan, yaitu:
Pertama, melipatgandakan kesungguhan
Cukuplah bagi kita langsung terpesona ketika menyadari betapa Nabi Muhammad mengencangkan sarungnya, sebagai gambaran kesungguhan beliau mengejar berkah Ramadhan.
Memang manusia bisa lelah tubuhnya, tetapi semangat dapat digelorakan kembali sehingga tubuh pun ikut bergairah. Makanya dalam ajaran agama ditekankan pentingnya niat, karena suara hati akan menentukan dinamisnya gerak tubuh.
Kedua, meningkatkan ibadah
Dan yang penting diingat, Nabi Muhammad bangun semalam suntuk. Beliau menghidupkan malam-malam terakhir Ramadhan dalam rangkaian ibadah.
Ramadhan adalah bulan yang memberikan limpahan pahala dan keberkahan berlipat-ganda. Kita dapat meraup banyak barakah Ramadhan dengan juga memperbanyak amalan-amalan sunnah.
Selain itu ada juga amalan-amalan khusus di bulan suci ini, seperti tarawih, itikaf, lailatul qadar dan lainnya. Ibadah demi ibadah tersebut menjadi kebahagiaan diri yang tiada ternilai harganya.
Ketiga, menyeru keluarga
Ibarat sedang menemukan cuan yang tak terhingga, maka keberkahan di penghujung Ramadhan ini jangan dinikmati sendirian saja. Dari itulah Rasulullah mengajak atau membangunkan seluruh anggota keluarganya agar lebih giat beribadah.
Bangunkan anak istri agar shalat Tahajud lalu memanjatkan rangkaian doa demi kehidupan yang lebih baik. Ingatkanlah anggota keluarga untuk shalat Dhuha, shalat-shalat sunnah, bersedekah dan mengerjakan amalan-amalan baik lainnya.
KOMENTAR ANDA