NAMA Ameena Blake asal Inggris dikenal sebagai seorang pendakwah Islam sekaligus pendiri EHUK (Eden Houses United Kingdom), sebuah tempat perlindungan bagi para perempuan dan anak korban kekerasan tanpa memandang perbedaan ras.
Diadopsi sebagai anak tunggal oleh sebuah keluarga di Sheffield pada usia 1 tahun, ayah Ameena, Norman Blake adalah seorang profesor Bahasa Inggris dan Linguistik di Sheffield University sedangkan ibunya, Sylvia adalah seorang seniman sekaligus penyair.
Meski tumbuh dan dibesarkan di lingkungan akademik, Ameena kecil justru tomboi. Dia menyukai kuda, truk, dan bus. Sama sekali tidak menyukai tampil cantik bergaun layaknya gadis kecil.
Adapun tentang agama, Ameena sejak kecil dibesarkan dalam agama Kristen. Ia rajin ke sekolah minggu dan sangat menyukai kisah para nabi yang diceritakan gurunya.
Namun sejak remaja, ia ternyata sudah mempertanyakan tentang keimanannya.
Di usia 15 tahun, Ameena mempertanyakan tentang keaslian dan fondasi dari kitab sucinya. Namun ia tidak merasa puas dengan jawaban yang diterimanya. Terlebih lagi karena ia mengetahui ada kontradiksi di dalamnya. Menurut Ameena, jika kitab suci itu adalah firman Tuhan, seharusnya semuanya sempurna dan tidak ada kontradiksi.
"Saat itu, saya percaya pada Tuhan, tapi saya tidak mau melabeli diri saya dengan suatu agama tertentu," kisah Ameena seperti diunggah Towards Eternity.
Qadarullah yang Mengubah Hidup
Lantas bagaimana Ameena bisa mengenal Islam?
Sejak kecil, Ameena sesungguhnya telah bergaul dengan banyak Muslim. Sejumlah murid ayahnya adalah Muslim. Dan ia memiliki teman dekat semasa remaja yang juga Muslim. Keduanya sangat senang pergi menghabiskan waktu di klub malam (clubbing).
Ameena, nekat meninggalkan rumah di usia 16 tahun. Ia tinggal di apartemen kecil milik pemerintah. Sayangnya, Ameena remaja sempat bergaul dengan orang yang salah. Orang itu menyuruh beberapa orang untuk menyerangnya.
"Mereka menyerang dan memukuli saya dengan sangat buruk, mereka juga merampas uang dan mobil saya," kenang perempuan kelahiran 12 Oktober 1973 ini.
Karena Ameena merasa ketakutan untuk kembali ke apartemennya, teman Muslim Ameena menawarinya untuk tinggal di rumahnya. Di sinilah kuasa Allah Swt. yang menempatkan hamba-Nya dalam sebuah situasi yang memaksanya untuk berubah. Karena jika tidak 'dipaksa', orang itu tidak akan berubah.
Temannya hanya memiliki satu buku, dan itu adalah Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat tulisan Arab dan terjemahan bahasa Inggris. Dan Ameena terpukau dengan isinya. Banyak kisah tentang para nabi seperti yang ia sukai dulu semasa sekolah minggu. Ia tercengang karena selama ini yang ia tahu Islam dan Kristen berbeda.
Berbagai pertanyaan Ameena seputar Qur'an dan Islam kemudian dijawab oleh seorang Syekh melalui sejumlah ayat yang menyertakan bukti ilmiah. Salah satunya tentang penciptaan manusia seperti dalam surah Al-Mu'minun ayat 12-14.
Dan ia bertambah takjub mengetahui bahwa Al-Qur'an diturunkan Allah Swt. kepada seseorang yang buta huruf di padang pasir pada lebih dari 1400 tahun silam.
Ameena kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti yang ia tulis untuk All American Muslim.
"It was 1992; Autumns if I remember rightly, with the trees turning golden and red in their annual shedding. A few days earlier, in a dustry converted church in Netheredge, Sheffield I, a normal English girl had taken the then abnormal step, took my Shahada (declaration of faith), and became a Muslim."
Dan tantangan terbesarnya adalah bagaimana menemukan mentor yang tepat untuk mengajarinya tentang ibadah dan juga menjadi tempat untuk menambah pengetahuannya tentang Islam. Hingga Allah mempertemukannya dengan Tracey, yang tak hanya menjadi mentor dan guru tapi juga memberi jalan kepada Ameena untuk bisa menjadi ustazah.
Di masa awal sebagai mualaf, Ameena bahkan sempat menjadi sopir bus berhijab demi menj
Rasulullah & Tantangan dalam Dakwah
Menghadapi Islamofobia yang makin kuat, kuncinya menurut Ameena adalah ukhuwah islamiyah. Umat Islam harus bersatu, karena jika tidak, umat akan menjadi lemah.
Kita juga harus memiliki pengetahuan dan hikmah untuk melawan Islamofobia dengan narasi yang bisa dipahami oleh masyarakat dunia.
"Setiap kita (Muslim) adalah seorang duta Islam. Mengapa kita tidak bisa merepresentasikan Islam dalam cara yang terbaik dan terindah? Karena akidah Islam sangat indah dan banyak orang yang mencarinya," kata Ameena.
Ameena mencontohkan peristiwa Fathul Mekkah. Menjelang kedatangan Rasulullah kembali ke kota kelahiran beliau, berbagai kabar buruk berhembus bahwa beliau akan membalas dendam kepada kaum Quraisy yang dulu senantiasa berbuat jahat. Ibarat media yang memberitakan rumor.
KOMENTAR ANDA