Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

Ketika ajaran Islam memberikan pengakuan atas keindahan perempuan dan potensi lelaki mencintainya, maka ini merupakan suatu bentuk penghormatan terhadap insting manusia pada umumnya dan juga fitrah suci pada khususnya.

Sebagaimana Sayyid Quthb pada Tafsir Fi Zhilalil Qur`an Jilid 3 (2001: 57-58) menerangkan, disinilah keistimewaan Islam dengan memelihara fitrah manusia dan menerima kenyataannya, serta berusaha mendidik, merawat dan meninggikannya. Bukan membekukan dan mematikannya.

Orang-orang yang membicarakan masalah pembekuan dan pembunuhan fitrah serta keinginan-keinginan itu, dan membicarakan keruwetan jiwa yang ditimbulkan oleh pembekuan dan pembunuhan ini, mengakui bahwa sebab utama keruwetan adalah pembekuan dan pembunuhan fitrah atau insting tersebut, bukan pengendaliannya.

Cara membekukan atau mematikan insting itu ialah dengan menganggap kotor terhadap dorongan-dorongan insting itu dan menganggapnya mungkar (buruk) secara mendasar, yang menyebabkan manusia berada di bawah dua macam tekanan yang bertentangan, yaitu tekanan perasaannya yang berupa insting, agama atau tradisi, bahwa dorongan-dorongan insting itu adalah dorongan-dorongan (keinginan-keinginan) yang kotor dan tidak boleh ada sama sekali, keinginan-keinginan itu adalah dosa dan dorongan setan.

Tekanan lainnya adalah tekanan keinginan-keinginan ini sendiri yang tidak dapat dihapuskan karena ia sangat mendalam di dalam fitrah dan karena ia memiliki tugas yang mendasar bagi eksistensi kehidupan manusia, yang kehidupan tidak dapat berjalan dengan normal tanpa adanya dorongan-dorongan insting ini. Allah sendiri memang tidak menjadikan keinginan-keinginan ini di dalam fitrah sebagai sesuatu yang sia-sia.

Pada waktu terjadi pertarungan yang demikian itu, teradilah “keruwetan jiwa”. Sehingga, seandainya kita terima alasan tentang benarnya teori ilmu jiwa, maka kita melihat bahwa Islam telah menjamin keselamatan wujud manusia dari pertarungan antara dua sisi kejiwaan manusia ini, yaitu antara keinginan-keinginan terhadap kesenangan serta kelezatan dan kerinduan-kerinduan kepada ketinggian serta keluhuran. Yang ini ataupun yang itu dapat diwujudkan aktivitasnya secara kontiniu dalam batas-batas yang moderat dan seimbang.

Sayyid Quthb adalah ulama modern yang cukup maju cara pandangnya, yang menyibak betapa berimbangnya Islam menghargai fitrah manusia tentang keindahan perempuan, insting itu bukannya dinafikan tetapi disalurkan dengan cara yang halal.

Hanya disebabkan keindahan perempuan, maka Islam tidak ingin membuat umatnya tertekan apalagi merana. Insting menyukai keindahan dihargai dalam bingkai yang terhormat. Akan tetapi, disediakan dalam Islam sarana menjaga keindahan itu tidak berujung petaka kemanusiaan.

Demikianlah Tuhan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, dan pasangan lelaki adalah makhluk Tuhan yang terindah, yakni perempuan. Tidak perlu lelaki membinasakan kecenderungan yang alamiah itu, tidak perlu mengingkarinya karena memang demikian Tuhan telah menciptakannya.

Sekalipun telah memperoleh keindahan perempuan dengan menjadikannya istri, maka jangan pula berlebihan, karena yang tertinggi itu adalah mencintai pencipta keindahan tersebut. Tidak ada yang boleh mengalahkan kecintaan kepada Allah yang Maha Kuasa.

Apabila terpesona dengan keindahan perempuan, maka pujilah Allah Swt. yang telah menciptakan keindahan tersebut dan taatilah aturan yang telah ditata agama dalam menikmati keindahan itu.




Pantaskah Bagi Allah Anak Perempuan?

Sebelumnya

Betapa Lembutnya Al-Qur’an Menerangkan Surga Adalah Hak Perempuan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tafsir