Syaima menyadari potensi adiknya Nabi Muhammad yang akan menjadi pemimpin besar dunia. Dari itu pula dia berdoa agar Tuhan melindungi adiknya dari ancaman dan kejahatan musuh-musuh. Kelak takdir akan mempertemukan kembali tatkala Syaima yang telah tua dengan adiknya yang telah menjadi nabi dan penguasa dunia.
Di suatu hari, Halimah mencari-cari keberadaan si kecil Nabi Muhammad. Dia cemas karena cuaca pada hari itu sangatlah panas. Ternyata Halimah mendapati bocah mulia itu sedang bersama Syaima.
Ketika itu Syaima berdendang lagi untuk adiknya:
Ini adalah saudaraku yang tidak dilahirkan oleh ibuku.
Bukan pula dari keturunan ayah atau pamanku.
Ya Tuhan, jadikanlah ia berkembang dengan semestinya.
Halimah bertanya, “Di panas yang seperti ini, wahai Syaima?”
Syaima menjawab, “Wahai ibuku, saudaraku tidak pernah terkena panas. Saya selalu menyaksikan awan memayunginya. Jika ia berhenti, maka awan itu pun ikut berhenti. Jika ia berjalan, maka awan pun berjalan hingga berhenti di tempat ini.”
Halimah pun heran dan bertanya, “Benarkah, wahai putriku?”
Syaima menjawab, “Demi Tuhan! Demi Tuhan!”
Betapa cerdasnya Syaima, pada usia belia mampu melihat irhas atau tanda-tanda kenabian pada sosok Rasulullah yang masih kecil. Dia menyadari adiknya itu bukanlah manusia biasa, dan Syaima memerhatikan dengan cermat betapa ada awan yang senantiasa memayungi kemana pun Rasulullah cilik berada.
Namun, baik itu Halimah maupun Syaima tidak menyadari sesuatu yang besar akan menimpa si kecil Nabi Muhammad, yang menghasilkan kejutan paling mendebarkan hati mereka.
KOMENTAR ANDA