Dan kebanyakan muslimin Indonesia menganut mazhab Syafi’i, sehingga sebagaimana dalam kisah pembuka, sang suami pun mengulangi lagi berwudu tatkala bersentuhan kulit dengan istrinya. Hebatnya, sang suami tidak memaksakan penafsiran ayat versi dirinya kepada istri, dan memperbolehkan perbedaan.
Begitulah indahnya agama Islam, terbukanya penafsiran terhadap Al-Qur’an yang bukan saja memantik perkembangan ilmu pengetahuan juga mendidik umatnya bersikap toleran. Tidak ada salahnya perbedaan para ulama besar dalam menafsirkan lamastumun nisa, karena yang salah adalah penganut Islam yang tidak shalat, lagi pula mana ada ulama yang berbeda pendapat tentang kewajiban shalat.
Akhirnya, untuk perbedaan di dalam kebaikan, ada baiknya kita saling menghormati.
KOMENTAR ANDA